Definisi Sejarah dan Babad
Opini: Yant Kaiy
Menurut beberapa kamus, sejarah
adalah suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau yang disusun berdasar pada
peningalan-peninggalan berbagai peristiwa. Sedangkan Babad adalah kisah berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan
Madura yang berisi peristiwa sejarah; cerita sejarah.
Ketika saya menulis buku berjudul
“Syekh Ali Akbar: Menelisik Sejarah Pasongsongan yang Terputus” dan “Melihat
Lebih Dekat Tiga Objek Bersejarah di Pasongsongan” pada tahun lalu, ternyata
membuat buku sejarah tidak mudah. Karena kedua buku ini sumber literaturnya
boleh dibilang tidak ada sama sekali.
Saya bolak-balik ke Perpustakaan
Daerah Kabupaten Sumenep untuk mencari buku pendukung, tapi tidak menemukannya.
Tak ada satu buku pun yang bisa dijadikan sebuah pijakan. Solusinya yaitu
mengambil sumber buku dari beberapa wawancara kepada para tokoh agama, pengamat
dan pemerhati sejarah Desa Panaongan dan Pasongsongan.
Dari kepingan kisah mereka, lalu
saya sulam menjadi sebuah buku. Hampir 1 tahun saya menyelesaikan kedua buku
itu. Saya kerjakan semua itu untuk dedikasi sebagai warga Pasongsongan.
Hasilnya ada kritik, protes,
pelecehan, hujatan, cemooh dan
sejenisnya terus menjurus ke arah saya setelah peluncuran kedua buku tersebut. Bahkan
ada intimidasi (entah tujuannya untuk menggertak dan sebagainya) yang sengaja digulirkan
untuk pemufakatan ‘berjemaah’ bahwa buku saya itu “najis” untuk dibaca. Memang
menjadi risih dibuatnya. Namun saya menganggap kalau hal itu bagian dari proses
“pendewasaan” bagi mereka. Sebab mereka menganggap membuat buku sejarah semudah
membalikkan telapak tangan.
Ada yang bilang, bahwa buku yang
saya buat terkesan mengada-ada, bombastis, dan bertendensi kepentingan orang
tertentu. Saya jadi geli dibuatnya. Bahkan ada yang menganggap, menulis buku
sejarah itu kalau nara sumbernya tidak kepadanya itu salah semua.
Tatkala saya mewawancarai
sebagian dari mereka, nyatanya terkesan “ngambang” dan mencampur aduknya dengan
mitos. Tapi saya tetap menghormatinya. Saya merekamnya lewat smart phone.
Nah, ketika saya mendapat nara
sumber mumpuni, eh ternyata ia malah sakit hati. Suatu contoh ketika saya
menanyakan tentang wudhu’ yang tak pernah batal dalam satu tahun. Saya mendapat
jawaban dari KH. Ismail Tembang Pamungkas di Desa Paberasan-Sumenep. Bahkan
lebih 10 kali saya bolak-balik dari Pasongsongan ke Paberasan.
Kalau buku itu banyak terdapat
kekurangan itu wajar. Saya berharap ada banyak buku lagi yang mengupas sejarah
atau babad Pasongsongan ke depannya. Tujuannya untuk khazanah tentang
Pasongsongan itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.