Elegi Rindu buat Utari…
Cerpen: Herry Santoso
Abimanyu tampak gelisah.
Ia hanya terpaku di meja kerjanya. Sesekali ia mendengus seakan ada yang
menyesakkan dadanya.
Dipandanginya tubuh Siti
Sendari, istrinya, yang tergolek seksi di atas ranjang. Betapa kau cantik,
Siti..., batin Abimanyu. Kau sungguh istriku yang amat setia mendampingiku,
pikirnya. Tubuhmu molek, rambutmu legam tergerai. Menunjukkan dirimu tipe wanita
sejati. Ya, sejatinya wanita yang cantik luar dalam. Ada inner
beauti yang menyembul di aura
wajahmu. Tapi sayang, kau wanita mandul, Siti. Haruskah aku menikahimu dengan
tanpa menurunkan gen satria pinunjul ? Duh..., lenguh batinnya kian
menjadi-jadi.
Malam semakin beringsut. Abimanyu pun beranjak ke jendela.
Dilongoknya pendapa kasatrian. Hanya ada empat perajurit peronda yang sedang
asyik bermain kartu ceki. Selebihnya
di luar kasatrian hanya ada gulita yang menyelimuti alam semesta. Malam tanpa
rembulan, kecuali kerlipan gemintang di antara kabut bima sakti yang menyungkup
jagad mayapada.
"Belum tidur, Raden ?" peronda itu menyapanya
dengan santun. Abimanyu tersenyum seraya membungkuk dan bicara setengah
berbisik.
"Siapkan kuda. Aku
akan keluar sebentar. Jika nanti Gusti
Putri bertanya, katakan aku ke
Jodipati, rama Bimasena memanggilku
untuk menghadap..."
" Tapi,
Raden..."
" Sudah,
cepat...," tukas Abimanyu.
" Sendika !" kata bawahannya itu bergegas mengambil kuda
ke gedhogan.
Sejak lahir Abimanyu memang tidak ikut orang tuanya sendiri
Raden Harjuna. Tetapi diadopsi oleh uwaknya
Bimasena satria Jodipati. Setelah
nenikah, baru ia menempati kasatriannya sendiri di Plangkawati
***
Abimanyu memacu kudanya lebih cepat malam itu. Dengan harapan
sebelum fajar menyingsing sudah memasuki Kotaraja Wiratha. Dalam hati ia menahan geli, dengan
kebohongan ke peronda tadi bahwa ia akan ke Jodipati. Padahal ia membelokkan kudanya ke arah Wiratha. Ya,
bagaikan ada magnet yang menghipnotis batinnya belakangan ini. Ada rindu
menikam jantung Abimanyu, sejak lirikan mata dan senyum Utari membuatnya gundah
gulana.
Sungguh. Bagaikan
tersihir ajian bidadari, wajah putri Wiratha itu terus menari-nari di
pelupuk matanya. Meski selisih usia mereka
tak terbilang lazim, tetapi kemolekan tubuh Utari itu membuat runyam
batinnya.
Memang, Utari seakan
sudah kinodrat oleh Yang Maha Kuasa memiliki kelebihan awet muda.
Wajahnya masih bak gadis usia belasan tahun, meski usianya sudah "80
plus". Tubuhnya padat berisi, dengan postur semampai. Kulitnya bersih
bersinar, pinggang merit, kaki jenjang, dadanya montok, pinggulnya
bundar dan sintal. Wajar jika ratusan pangeran
pati dari berbagai negara sempat jatuh-bangun mengemis cintanya pada Utari.
Beruntung Abimanyu, jerat matanya bersambut. Lirikan demi
lirikan bertubi-tubi menghujam ke ulu hati. Ia kerap bertandang ke Wiratha. Ia
sering kali menghadap Raja Matswapati,
ayah Utari. Selama itu pula diam-diam cintanya bersemi dalam dada. Betapa
langit seakan runtuh ketika ke Wiratha tak jumpa Utari, meski hanya mencuri
pandang wajah neneknya itu nampu mengobati rindunya yang memburu. Baginya Utari
bak sosok bidadari khayangan yang turun ke bumi.
"Lho, kok masuk ke
Tamansari kamu Abimanyu ?" Utari terkesiap. Kaget bukan kepalang lantaran
si pangeran menerobos masuk taman keputren di malam buta.
"Sssttt...."
Abimanyu memberi isyarat agar putri jelita itu tak berisik.
"Tapi...tapi....ini
tamansari dan betapa berat dosa dan hukuman yang akan kamu sandang jika
perajurit penjaga tahu ulahmu, Abimanyu !" hardiknya dengan suara
bergetar.
"Memangnya, nggak boleh ? Kalau nggak boleh, ya sudah, aku
tak pulang ke Plangkawati saja malam ini !"
Utari tertegun. Bahkan dicegahnya ketika Abimanyu mau melangkah
pergi.
"Ja... jangan
pergi, jangan tinggalkan aku, aku
kangen..."
Mendengar kalimat itu, Abimanyu menahan senyum. Seraya
diraihnya jemari Utari, dan dengan perasaan haru biru dikecupnya ujung jemari
sang nenek yang indah dan sehalus sutera itu.
"Oh ?" lenguh
Utari. Ia pun memejamkan mata. Ada darah hangat mengaliri sekujur tubuhnya,
tatkala Abimanyu mendaratkan ciuman di rekah bibirnya.
Malam pun merintih.
Abimanyu dan Utari larut dalam rindu dendam nan membara.
"Aku mencintaimu, Utari....." bisiknya lembut.
"Aku juga...."
balasnya sembari mengusap peluh yang bercucuran di keningnya.
Dipandanginya mata Utari yang semakin sayu dan berkaca-kaca
seraya menciumi kisi-kisi dagunya yang aduhai. "Maukah kau jadi istriku...,"
lanjutnya. Utari tak bergeming. Seolah terbius dengan permainan asmara Abimanyu
yang memabukkan. Tangan wanita itu semakin mencengkeram erat pangkal lengan
Abimanyu.
"Kau harus menikahiku, Abi...karena kau telah..."
ucap Utari serak dan tersendat di antara geletar malam yang menggigilkan.
Abimanyu tidak segera menjawab. Hanya ujung jemarinya menutup
bibir mungil itu.
"Nikahi
aku...." Utari menahan isak.
Abimanyu mengangguk patah-patah seolah menyempurnakan kebohongannya....
Malam semakin beringsut. Udara atis dan kuyup. Angin kemarau
berdesah.
"Aku ikut kamu Abi...," rengek Utari ketika Abimanyu
membenahi pakaiannya yang kedodoran. Ia seolah tak mau lepas dari rengkuhan
sang satria, malah kian menyusupkan wajahnya ke dada Abimanyu yang bidang.
"Jangan sekarang, Sayang..."
"Lalu, kapan ?"
"Bersabarlah, aku segera ke mari untuk meminangmu.
Percayalah..." balasnya sambil perlahan meregangkan pelukannya.
Bumi berlari ke ambang
fajar. Seakan membawa luka di punggungnya. Ada semburat cahaya jingga di kaki
ufuk ketika Abimanyu kembali memacu
kudanya pulang ke Plangkawati. Setibanya di kasatrian, ia segera membangunkan
para peronda yang masih mendengkur.
"Lho, mana Gusti Ayu Raden ?" tanya sang peronda.
"Lho ? Bukankah ada di rumah kasatrian ?" mata
Abimanyu terbelalak, membuat para
peronda itu saling berpandangan.
"Bukankah Gusti Putri tadi malam berkuda menyusul Raden ke
Jodipati ?"
"Hahh ??" hanya itu yang ke luar dari bibir Abimanyu.
Selebihnya ia diam. Bahkan ketika para peronda itupun berpamitan pulang, ia tak
bergeming....***
___________________
Catatan :_
Cerpen tersebut terinspirasi oleh kisah pewayangan. Abimanyu
(anak Harjuna). Abimanyu sudah beristri
(Siti Sendari), ia menikah lagi dengan Utari putri Wiratha. Utari sendiri sesungguhnya
nenek buyut Abimanyu, karena sabda dewata, ia diberi anugerah berupa umur
panjang, dan awet muda. Dari rahim Utari lahirlah Parikesit, penerus trah
Pendawa pasca perang besar Baratayuda.
(Simpang Lima Gumul,
20/2/2020)
Editor: Yant Kaiy
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.