Kebal Wajah
Pentigraf: Yant Kaiy
Sudah tak kurasakan lagi sakit hati akibat fitnah mereka
yang bertubi-tubi menyerang. Telah berlalu cemooh yang senantiasa mengepung
semua perilaku dan gerak-langkahku. Tak kuhiraukan lagi segala bentuk sindiran,
umpatan, dan semacamnya terhadap kehidupan jalinan cintaku bersama Debur. Yang
penting aku berjalan pada norma budaya dan agama serta tidak mengganggu
kehidupan mereka. Kalaupun mereka terusik, aku tetap pada pendirian semula.
Bahkan orang tua Debur tidak setuju kalau hubungan kami terus berlanjut sampai
pelaminan. Masa bodoh…
Sebelumnya, aku dan
Debur tetap mesra. Kami satu sama lain saling membutuhkan. Tak terbayangkan
bakal ada perpisahan diantara kami. Bagiku Debur lelaki penuh tanggung jawab,
mandiri, teguh pada pendirian. Tak mudah terombang-ambing karena sebuah
kesimpulan orang lain tentangku. Yang kutahu lagi, Debur penuh sikap toleran
terhadap segala wujud perbedaan. Inilah yang paling kusuka.
Namun setelah perkawinan, Debur ternyata mulai
terkontaminasi isu mereka. Dia mulai termakan beberapa keping sejarah masa lalu
keluargaku. Dia terlena pada ocehan mereka, kepadaku Debur seperti orang tuli
saja. Aku mulai menyadari, batu karang besar di tepi pantai saja bisa hancur
karena setiap menit ia dihantam ombak. Apalagi hati yang tidak kebal karena
egois, akan sangat mudah terjerumus pada jurang kehancuran cinta.
Pasongsongan, 27/2/2020
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.