Biografi Hairul Anwar Masa Kecil (Bagian 2 dari 8 Tulisan)

Hairul Anwar, owner Goa Soekarno Pasongsongan-Sumenep

Catatan: Yant Kaiy

Hairul Anwar lahir pada, 18 Agustus 1980, di Dusun Benteng Desa Panaongan Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Ia menjalani masa kecilnya seperti anak-anak lazimnya. Ia dari keluarga yang biasa-biasa saja dalam hal perekonomian. Anak bungsu dari tiga bersaudara berdarah Madura, Arab dan Cina ini memiliki kecerdasan lumayan baik, terbukti ia selalu masuk tiga besar sebagai murid terbaik di sekolahnya. Ia cukup menonjol dalam hal kecerdasannya.

Lingkungan pesisir tempat tinggal Hairul Anwar telah memupuk jiwanya menjadi anak bermental baja, pantang menyerah dalam banyak hal. Lingkungan nelayan padat penduduk tempat tinggalnya mengajarkan banyak hal tentang arti perjuangan hidup yang sesungguhnya. Tidak cengeng karena satu wujud rintangan menghantui pikirannya. Tidak surut meski tantangan menghadang di hadapannya. Baginya tantangan harus ditaklukkan jika sukses menjadi cita-citanya.

Ia teringat cerita ayahnya, bahwa seorang nelayan jika ingin mendapatkan ikan banyak maka ia harus pergi ke tengah laut. Mempertaruhkan nyawa melawan ombak dan angin serta hujan. Begitu pula jika seseorang ingin mendapatkan mutiara berkualitas bagus dan berharga mahal, ia harus pergi ke laut lepas dan menyelam teramat dalam ke dasar laut.

Umumnya masyarakat tempat tinggal Hairul Anwar menggantungkan hidupnya menjadi nelayan. Satu-satunya mata pencaharian masyarakat pesisir Desa Panaongan dan Pasongsongan lantaran tidak ada areal persawahan di kedua desa ini. Ada pepatah beraroma heroik di kalangan mereka: Abantal omba’ asapo’ angin, alako barra’ apello koneng. Terjemahan bebas dari pepatah berbahasa Madura ini bermakna: Berbantalkan ombak berselimutkan angin, bekerja keras berpeluh semangat membara.

Maksudnya, untuk menjadi manusia sukses di dunia dan akhirat, seseorang harus berupaya sekuat tenaga, tidak mudah menyerah begitu saja karena sebuah kegagalan. Berjuang sampai titik darah penghabisan untuk urusan dunia-akhirat, tapi untuk kesenangan takarannya sekecil mungkin, ala kadarnya. Demikian salah satu pesan dari ibunda Hairul Anwar ketika ada hiburan di daerahnya.

Hairul Anwar kecil sudah bisa memahami petuah ibunya. Biasanya di masyarakat pesisir kalau ada perayaan pernikahan, mereka mengadakan pertunjukan kesenian topeng dalang Madura atau ludruk Madura semalam suntuk.

Belakangan ini tercetus satu celoteh dari nelayan Kecamatan Pasongsongan; “seorang nelayan itu lebih takut lapar dari pada mati”. Memang terdengar sadis kalimat ini. Namun kenyataan di lapangan berbicara demikian. Demi sesuap nasi agar anak-istri tidak kelaparan, seorang nelayan itu bertaruh nyawa pergi ke tengah laut, mengarungi ombak dan badai, tak peduli meski nyawa jadi taruhan.

Kerasnya perjuangan dalam meraih kesejahteraan hidup memang dialami semua orang di banyak bidang pekerjaan. Tak terkecuali seorang nelayan. Kerja jadi nelayan lebih banyak peluang risiko kematian karena berada di tengah lautan, jauh dari daratan. Gelombang besar, angin kencang, petir menyambar merupakan elemen pencabut nyawa yang setiap waktu bisa mengancam seisi awak perahu. Tapi mereka tetap tidak gentar menghadapinya. Baginya hidup dan mati ada dalam genggaman Tuhan.

Tempaan keras lingkungan nelayan terhadap Hairul Anwar kecil menjadikan pribadinya sebagai insan mandiri sudah tidak diragukan lagi. Ia meniscaya menatap hari esok cerah bahagia dengan segala keterbatasannya. Ia yakin pada waktunya nanti akan bisa merengkuh impiannya untuk tidak berkutat di tanah kelahirannya. Ia mesti hijrah apa pun alasannya. Seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah untuk suatu kemenangan bagi kaum muslimin.

Maka ketika Hairul Anwar memasuki gerbang pendidikan Sekolah Dasar, ia tegar dan penuh keyakinan dalam jiwanya kalau ia akan sanggup menjalaninya. Ketekunan belajar menjadi modal utama Hairul Anwar sebagai murid teladan di bangku SDN Panaongan I. Ia sangat gigih, telaten, ulet dan disiplin dalam banyak hal, terutama yang menyangkut dunia pendidikan. Menomer satukan menimba ilmu sebaik mungkin sebagai bekal kelak setelah dewasa, menyadarkan jiwanya untuk bisa bertransformasi dari lingkungan nelayan ke suasana lain yang lebih menjanjikan.

Dalam hal bergaul dengan teman-temannya, Hairul Anwar kecil menghabiskan waktu bermainnya di pinggir pantai. Bahkan sesekali ia membantu tetangganya menurunkan ikan dari perahu, diangkut ke darat. Dari kegiatan ini, ia mendapatkan imbalan uang jajan dari mereka. Maka tatkala Hairul Anwar pergi ke sekolah, ia tidak meminta uang jajan lagi pada orang tuanya.

Aktivitas membantu mengangkut ikan ini boleh dilakukan siapa saja. Upahnya berupa beberapa ekor ikan. Setelah terkumpul banyak, ikan hasil imbalan itu dijual kepada pedagang. Pekerjaan semacam ini nelayan Pasongsongan menyebutnya dengan “ngojur”.

Tentang kesetiakawanan Hairul Anwar menjadi sikap mendasar dalam bergaul. Ia tak pernah membeda-bedakan teman. Walau dalam garis keturunan, ayah Hairul Anwar berasal dari trah alim ulama dan tokoh Islam terkemuka di Kecamatan Pasongsongan. Sedangkan Ibu Hairul Anwar berasal dari keturunan Cina muslim. Namun egosentris Hairul Anwar akan trah dalam bersosial budaya tidak terlihat sama sekali. Meskipun dalam segi penampilan Hairul Anwar punya nilai lain dari mereka. Kulitnya yang kuning mirip orang Cina.

Satu kebiasaan Hairul Anwar sehabis shalat subuh ia langsung mempersiapkan diri berangkat sekolah. Sore harinya bersekolah lagi di MI An-Najah Pasongsongan. Malam harinya mengaji Al-Qur’an pada Kiai Mustamar yang tak lain paman Hairul Anwar. Kemudian dia mengikuti kajian Kitab Sullamut Taufiq dan Safinatun Naja di musholla tempatnya mengaji.

Semangat belajar Hairul Anwar sebelum masuk SD telah terlihat jelas dengan selalu bertanya kepada kedua kakaknya. Sikap baik ini mendapat apresiasi luar biasa dari keluarga besarnya.

Pulang mengaji Hairul Anwar makan malam dulu. Setelah itu ia mengerjakan tugas-tugas sekolah yang diberikan guru sembari mempersiapkan semua peralatan sekolah untuk dibawa besok. Sering pula kakak-kakaknya memberikan bimbingan kepadanya dengan menyodorkan soal-soal sebagai pengembangan mata pelajaran. Begitulah kegiatannya setiap hari tanpa mengenal lelah. Karena hidup mesti dijalani dengan langkah pasti dan tidak boleh berhenti sebab tantangan baru akan bergulir ke hadapan setiap insan. Memanfaatkan waktu sebaik mungkin buat kepentingan dirinya sendiri akan sangat membantu seseorang keluar dari kemelut hidup.

Ia teringat kata–kata seorang guru di sekolahnya, tidak ada ruginya bagi seseorang terlalu pintar. Seseorang yang pintar dalam hal pelajaran sekolah memudahkan dirinya mencapai cita-cita. Maka dengan selalu memaksakan diri mengasah otak, melatih mengerjakan soal-soal pelajaran, memperbanyak membaca buku apa saja justru akan membuat seseorang menjadi lebih cerdas, lebih mempunyai wawasan. Dan ia akan mempunyai power nalar handal yang menguntungkan bagi kepribadiannya.

Hanya dengan modal belajar dan terus belajar maka ilmu apa pun akan sangat mudah diserapnya. Dari haus membaca buku-buku pelajaran tentang agama Islam dan pernak-pernik hukumnya, ilmu pengetahuan Hairul Anwar semakin meniscaya. Kesenangannya membaca dan mempelajari berbagai dasar ilmu Islam memupuk keimanannya begitu kokoh. Plus arahan syariat agama yang benar dari para ustadz di madrasah dan musolla. Tertanam dan mengakar kuat di hatinya. Tidak mudah diombang-ambingkan situasi dan kondisi apa pun. Tidak gampang terjebak pada suatu paham keliru dan menyesatkan, karena memiliki banyak kajian keilmuan sebagai pembanding.

Orang tua Haitul Anwar seringkali mensupport untuk mengutamakan belajar setiap malam. Sedangkan kedua kakaknya menuntun Hairul Anwar apabila ada soal-soal mata pelajaran yang tidak mengerti. Sinergitas mereka menyulapnya menjadi murid yang membanggakan bagi keluarganya.

Dimasa liburan sekolah, biasanya Hairul Anwar lebih banyak di rumah membaca buku penunjang pelajaran, warisan kedua kakaknya. Hanya sebentar kalaupun ia bermain lantaran harus menyegerakan shalat berjamaah di masjid yang tidak jauh dari rumahnya.

Menurut cerita saudaranya, Hairul Anwar sangat suka kebersihan. Ia mencuci sendiri semua pakaiannya dan menyetrikanya. Ia sering menyapu dan mengumpulkan sampah pada tempatnya. Dalam berpakaian juga Hairul Anwar sangat menjaga kerapian. Berpenampilan simpel adalah ciri khasnya.

Hairul Anwar kecil adalah anak penurut. Berbakti kepada kedua orang tuanya dalam banyak hal. Tidak pernah berbuat macam-macam yang membuat orang tuanya kecewa. Prinsipnya tak mau membuat orang lain terbebani oleh tingkah lakunya dan keinginannya semata. Ia sangat menjaga nama baik keluarganya. Ia juga tak pernah meminta sesuatu apa pun yang tidak begitu penting. Terlebih lagi jika orang tuanya tidak sanggup membelikannya karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Meskipun ia tidak memintanya, orang tuanya tetap memperhatikan segala keperluan Hairul Anwar. Kesederhanaan dan kedisiplinan ini terus tertanam di kalbunya sehingga membuat bangga keluarga.

Sikap mandiri Hairul Anwar menjadikan teman-teman sekolahnya mengagumi kepribadiannya yang tulus. Sudah cerdas masih senang berbagi ilmu pelajaran, membuatnya mendapat banyak pujian. Seringkali ada teman sekolahnya yang tidak mengerti pelajaran dari guru, maka Hairul Anwar mengadakan kelompok belajar bersama di rumahnya. Karena dia sudah paham, dia yang mengajari mereka (teman-temannya) mengerjakan soal-soal pelajaran sampai bisa.

Sikapnya yang tidak sombong, suka mengalah, dan selalu menghormati siapa pun adalah akhlak mulia yang melekat pada sifatnya. Yang tak kalah menarik dari semua itu, Hairul Anwar adalah pemaaf dan tidak pendendam kepada siapa saja. Ia tidak mudah hanyut atau ikut-ikutan temannya yang bertingkah laku tidak baik.

Terkait dengan ilmu pengetahuan, Hairul Anwar menyadari kalau dirinya tidak akan bisa menaklukkan dunia kalau tidak pintar. Dengan berotak pintar orang bisa menginjakkan kakinya di bulan. Dengan berotak cerdas orang bisa membuat pesawat terbang. Inilah dorongan semangat dari kedua kakaknya, membuat Hairul Anwar kian tekun dalam belajar.

Apalah artinya harta berlimpah kalau otaknya bodoh, begitu kata-kata orang tuanya yang senantiasa terngiang di telinga Hairul Anwar. Orang tua Hairul Anwar juga menganjurkan untuk mendalami ilmu-ilmu Islam yang berkaitan dengan akhlak. Otak pintar harus seiring sejalan dengan akhlak yang baik. Kalau sudah demikian, maka akan banyak memberi maslahah bagi orang lain secara luas. Jikalau seseorang akhlaknya rusak jangan harap orang lain mendapat manfaat dan kebajikan darinya. Justru sebaliknya, orang lain akan mendapat mudarat.

Hal ini mahfum, sudah tertulis dalam beberapa kisah lama tentang orang pintar yang akhirnya kufur kepada Tuhannya. Ingkar terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Allah terhadapnya. Bahkan pada akhirnya ada yang menganggap dirinya Tuhan karena merasa bahwa ia telah memiliki kuasa terhadap alam semesta dan isinya. Naudzubillahi min dzalik.


Bercermin dari kisah-kisah lama inilah kedua orang tua Hairul Anwar sangat care dengan pendidikan akhlak anaknya-anaknya. Orang tua mana yang menghendaki anaknya menjadi manusia tak bermoral. Tentu semua orang tua menginginkan anak-anaknya bisa membalas amal baik dari orang-orang yang pernah membantunya. 

Yant Kaiy, penjaga gawang apoymadura.com