Si Aktor Hitam, Al Pacino

 

Al Pacino (Foto: imdb.com)

Artikel Film: Yant Kaiy

AL Pacino pernah populer di Indonesia lewat filmnya Scarface pada 1986 lalu. Merupakan aktor unik dan menarik. Dia menghabiskan hampir seluruh uang hasil dari honor main filmnya untuk memenuhi obsesinya yang tak kunjung terselesaikan. Al Pacino juga punya bakat akting alami yang memandang dunia akting sebagai media yang mampu membebaskan dirinya dari kepusingan.

Dia merupakan aktor hitam. Bukan karena kulitnya yang hitam atau serumpun dengan Mike Tyson atau Ben Ben Johnson, tetapi kegemarannya akan warna hitam.

Sering seluruh busana yang dikenakannya berwarna gelap. Sepatu, celana, baju, slack, jaket, bahkan topi dan kaca matanya juga hitam. Warna gelap baginya memang telah melekat dengannya, seirama bola matanya yang hitam.

Mata yang amat indah sering memberi kesan tersendiri dalam beberapa perannya. Selama 6 tahun, antar Scarfece pada 1983 sampai dengan Ses of Love pada 1989, Pacino hanya membintangi satu film, yaitu Revolution. Padahal sebenarnya ia seorang aktor yang paling berbakat alami setelah generasi Brando, Dustin Hoffman, Robert De Niro dan Nicolson. Selama 6 tahun absen, apa yang dia lakukan?.

Jawabannya Al Pacino sedang sibuk menuruti obsesi yang menghinggapinya sejak 20 tahun silam. Dia ingin menyelesaikan niatnya yang membara, sebuah film dengan masa putar 50 menit, The Local Stigmatic. Film tersebut dibiayai Al Pacino sendiri pada 1985, serta sudah pernah dilayarkan secara pribadi olehnya dan beberapa kawan karibnya.

Namun bagi kita pasti tidak akan dapat menyaksikannya. Karena film tersebut sampai kini masih terus diedit ulang. Dengan demikian kerja Al Pacino selama 6 tahun terakhir hanya memotong dan terus memotong bagian-bagian film tersebut hingga sesuai dengan seleranya, kendati sampai kini belum juga terselesaikan. untuk membiayai proyek yang telah  lama diidamkan, maka Al Pacino juga merasakan bahwa dirinya memang perlu banyak bermain lagi. Walaupun film tersebut telah hampir selesai masih terus diedit, dan hal tersebut tentu akan membutuhkan dana amat besar.

Sebagai bintang, Al Pacino juga merasa bahwa dirinya selalu diperhatikan banyak orang. Untuk itu, suatu ketika ia ingin berjalan santai atau menikmati indahnya pagi di tepian pantai tanpa harus menjadi pusat perhatian. Salah satu cara untuk menghindari publik yaitu dengan menyamar.

Misalnya, ketika ia berada di pusat perbelanjaan Sherman Oaks. Dia juga pernah menyamar dengan mengenakan busana seperti Dusti Hoffman Oaks dalam acara konser di New York.

Pada waktu itu saya berpakaian seperti D. Hoffman dan saya merasa sangat bebas. Saya amat suka dengan cara saya seperti ini," ujarnya sambil tersenyum.

Ketika berbicara masa lalunya, saat-saat pertama menggeluti dunia film, Pacino menyatakan bahwa dalam akting dia selalu berbicara bebas, tanpa harus memilih kata-kata waspada. Karena itu tidaklah berlebihan jikalau dia memandang seni akting merupakan media kebebasan.

Sebagaimana umumnya para bintang Hollywood, Al Pacino juga pernah melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk, yaitu akrab dengan botol-botol minuman keras. Pada masa lalunya, Pacino mengaku sulit untuk meninggalkan minuman beralkohol, bahkan dia merasakan ada ketergantungan antara minuman dengan akting.

"Pertama kali, minum-minuman keras merupakan bagian dari dunia kerja saya, bagian dari budaya akting," ujar Al Pacinosambil mengutip  pernyataan Oliver Stone, bahwa penghargaan akting terbesar adalah minum setelah usai pertunjukan.[]

 

Diolah dari berbagai sumber

Publish: Koran Berita Yudha (10/11/1991)