Tembang Santet (Bagian IV)
Cerpen: Yant Kaiy
Ancaman keselamatan
jiwa kami sekeluarga semakin hari semakin dahsyat. Tak ada saudara, ipar,
apalagi teman yang mau membantu menenangkan warga di kampung kami. Sebab kalau
mereka membantu kami, maka mereka juga akan dianggap sama dengan saya. Bahkan
ada sebagian dari keluarga besar kami juga ikut-ikutan menuduh sebagai tukang
santet.
Kiai Haji Umar
sebagai orang alim dan fatwanya menjadi panutan masyarakat luas. Pondok
pesantrennya adalah yang terbesar di kecamatan kecil di kota saya. Karena itu
banyak warga desa saya yang menyerahkan anaknya agar dapat menimba ilmu-ilmu
agama Islam pada Kiai Haji Umar.
Tidak hanya di daerah
saya, orang-orang dari daerah lain banyak juga yang menyerahkan anaknya mondok.
Sehingga daerah saya mendapat julukan “Desa Santri”. Selain itu orang-orang
dari daerah lain banyak yang segan. Tapi mengapa orang-orang di kampung kami masih
mempercayai saya yang mendapat gelar dukun ini sebagai penyembuh segala macam
penyakit. Padahal saya juga meminta kepada Sang Khalik agar orang yang sakit
segera diangkat penyakitnya.
Sedangkan saya
sendiri juga beragama Islam. Ironisnya, juga masih percaya bahwa kematian anak
dari Kiai Haji Umar atas ulah saya yang menyantet. Aneh! Tak masuk akal!
Mustahil!
Kiai Haji Umar juga ikut-ikutan warganya menuduh saya tukang santet, tenung, ahli sihir. Apalagi beliau masih punya agama Islam tulen dan sebagai manusia terpandang penuh kharisma. Tapi mengapa takdir anaknya dilimpahkan kepada saya? Saya juga yakin seratus persen beliau tahu betul bahwa, jodoh dan maut itu datangnya dari atas sana. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.