Tembang Santet (Bagian VII)
Cerpen: Yant Kaiy
Atas dasar demi istri
dan anak satu-satunya, dengan lapang dada keputusan bapak hakim terhormat saya
terima. Biarlah diri ini terkurung di sini hanya karena sebuah prasangka yang
tak tentu rimbanya. Bukankah Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang dan akan
senantiasa menolong umat-Nya yang teraniaya.
Selama terbui di
dinding ini saya tak pernah melihat wajah istri dan anak yang saya cintai.
Apakah mungkin mereka juga dibunuhnya? Kalau memang itu terjadi, mengapa saya
tak mendengar kabar-beritanya? Atau kalau mereka masih hidup, kenapa tidak
menjenguk barang sedetik pun? Atau juga, sudah tak ada cinta lagi yang
bersarang di hatinya, hanya karena mendapat suami yang bertitelkan dukun
santet? Heran bercampur kecewa serta bimbang menyetubuhi pikiran.
Dua puluh tiga tahun
kurang dua hari. Ya, dua hari lagi saya akan dapat menghirup udara bebas, dan
mata ini akan bisa melihat bebas ke semua arah. Termasuk pada wajah-wajah yang
selalu dirindukan sekian lama. Tentu saja wajah istri dan anak saya! Rindu yang
selama ini menelanjangi ketenangan dan kedamaian di penjara. Dua hari lagi akan
lenyap dari himpitan-himpitan ini.
***
Hari telah menjelang
maghrib, saya sudah sampai di wilayah desa, tanah kelahiran. Setelah seharian
penuh berjalan menelusuri paparan terik matahari. Rasa haus dan lapar menghiasi
rasa panas tubuh ini. Meski begitu, rasa itu tak dihiraukan demi sebuah
pertemuan dengan orang-orang tercinta. Karena kerinduan padanya amat bergelora
di hati. Bak pungguk merindukan bulan! Langkah-langkah kaki kian cepat, seiring
detak jantung. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.