Tembang Santet (Bagian VIII)
Cerpen: Yant Kaiy
Kalong-kalong
berterbangan ke sana-ke mari, seolah memberikan sambutan terhadap seorang bekas
napi. Kalong-kalong itu kadang hinggap di bawah dedaunan sebentar, lantas
terbang kembali. Panorama alam di desa saya masih hijau, maklum pada saat ini
memang telah memasuki musim penghujan.
Rumah-rumah di
pinggir jalan masih juga seperti dulu, sebelum saya masuk penjara. Tapi di
sana-sini ada juga perubahan-perubahan yang mengarah ke suatu pembangunan.
Rupanya perkembangan jaman modern sudah mewarnai kondisi desa saat ini.
Angin barat
melambai-lambaikan daun-daun di pinggir jalan, seolah juga menyambut datangnya
seorang bekas napi. Tapi orang-orang yang saya kenal baik tak pernah memberikan
sambutan seperti kalong-kalong atau lambaian dedaunan. Lebih menyakitkan,
mereka umumnya memalingkan wajahnya. Apa saya dikira kucing yang tak tahu akan
ikan milik orang? Atau yang lebih kejam, apa memang wajah ini telah berubah
seperti harimau, sehingga mereka itu takut terhadap diri ini? Oh, nasib-nasib!
Mengapa saya harus menjalani hidup seperti ini?!
Saya perlambat
langkah kaki ini, karena saya yakin diri ini telah sampai di gubuk yang selama
dua puluh tiga tahun saya tinggalkan. Keinginan segera bersua wajah yang
dirindukan drastis sirna, pupus oleh berdirinya bangunan megah di hadapan saya.
(Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.