Sungai Darah Naluri (27)



Novel: Yant Kaiy

Panorama tentang wujud tanah kelahiran banjir air mata, balutan gamang meletup-letup laksana magma mengalirkan lahar kematian pada hati nan sunyi, aku pun tak mampu berucap lebih jauh akan kemunafikan, biarlah tuli mereka dengan realitas kepedihan sayatan sembilu diantara kemiskinan dan kesengsaraannya. Biarlah aku saja yang akan mengerti dengan semua isyarat pancaroba bercakrawala kelabu nan buram, hampir tak dapat diterjemahkan kedalam angan mikroskop elektron super canggih manapun, semasih ada serat-serat asap masa bodoh, cuek...

Aku ingin berkabar pada lazuardi berliuk-liuk menghitung jemari awan tipis. Tetapi aku lupa akan mantera dan segala rahasianya. Seakan aku tak mau larut di sisi kebimbangan itu sendiri, aku masih membutuhkan banyak waktu, aku masih perlu berbenah agar tak lepas begitu saja. Diantara kesunyian aku terseok-seok mengapuri pengembaraan, sementara beban kian sarat, aku tak dapat melempar sauh ke dalam kolam tak berdasar, lantaran layar keyakinanku tak dapat terkembang. O, aku masih lupa menjahit lukanya di sepanjang tubuh ini.

Kini aku terdampar di antara kebimbangan, laut keresahan tersebut menguasai benak. Acapkali aku terpaku menyaksikan kegembiraan mereka nan meruah tak berbatas langit, menembusi mega - mega pelangi ruang gerakku terkapar bersama masa lalu kelam meski tak terkikis oleh aktivitas. Aku kian terhimpit ketika jemari tak sanggup lagi menunjukkan arah mata angin. Aku membutuhkan banyak peluru asa untuk ditembakkan pada nasib dan situasi yang menyeret gerak-langkah pada noktah derita di antara dua jurang lara, memasung... Aku sudah mencoba untuk beradaptasi namun aku tak mampu mengantisipasi derasnya malapetaka asmara terhadap sesama, aku terlalu cepat terbuai lantunan bujuk-rayu setan, melemahkan urat sarafku dalam mendekatkan diri pada Tuhan, beruntunglah orang-orang yang mengusir pikiran sesatnya l...

Mengembara dalam lingkaran kerinduan. Sementara diriku bukan apa-apa lagi sebab kemampuanku tak dapat mengalahkan gempa lara yang datang dan perginya begitu tiba-tiba, tanpa pamit serta basa-basi. Sebelum kutemukan garis keturunan dari sekian ayah sampai aku terlahir menjadi manusia tak berfungsi barangkali bagi mereka. (Bersambung)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Sosialisasi Persiapan Seleksi Kompetensi CPPPK 2024 Tahap II di SDN Pasongsongan 1 Sumenep

Imanur Maulid Efendi dan Ahmad Buhari: Pendamping Setia Guru Honorer Kecamatan Pasongsongan dalam Rekrutmen PPPK 2024

Kepala SDN Panaongan 3 Sumenep, Sibuk di Masa Libur Sekolah 2024

Apresiasi Tim Penilai Kinerja terhadap Kepala SDN Panaongan 3 dalam Program Literasi dan Numerasi

Kepedulian Agus Sugianto dalam Membantu Guru Honorer pada Seleksi PPPK Tahap 2

Dahsyat, Ramuan Banyu Urip Sembuhkan Segala Penyakit

Rapat KKKS Kecamatan Pasongsongan di SDN Panaongan 3: Apresiasi Prestasi Peserta Didik