Sungai Darah Naluri (31)
Novel: Yant Kaiy
Semua insan tahu akan dosa namun dari terlalu
biasanya mereka melahap,
menganulir, menindas segala yang nampak tidak baik bagi tata pembangunan, hingga
korban pun berjatuhan di tanah merdeka dalam membela haknya. Aku pun merasa kelu
dalam memvonis sesuatunya lantaran aku tak mempunyai secuil kuasa di atasnya selain harga
diri di depan kebenaran, tetapi bukannya aku mengingkari kekejian itu, karena hati
nuraniku tak
dapat dibohongi sedetik pun, apa
daya dayaku.
Aku justru berfikir lebih kritis tentang
suasana memprihatinkan apalagi menyangkut semacam penindasan oleh aparat pemerintah tidak bertanggung
jawab, cuma ingin menangnya sendiri dalam mengambil keputusan dan sikap yang
totaliter, dan semuanya digemakan lewat pengeras suara dengan diembel-embeli keadilan bagi
semua pihak.
Lewat koran pembungkus nasi goreng aku
menemukan kepastian tentang perkampungan kumuh mengalami nasib penggusuran itu, sebuah potret orang-orang penting berjabat
tangan senyum ramah, sekali didekatkannya bola mataku; sebuah perbedaan sangat
mencolok. Munafik. Dhalim terhadap
rakyat yang telah membelikan baju, sepatu dan dasinya. Betapa
kepalsuan sudah tertukar oleh rasa hormat dari orang-orang tak mengerti dan
memang tidak pernah tahu akan kebenarannya! Seketika perasaan mual memuakkan, cepat-cepat kuambil sapu tangan warna
jingga langit kepada sepasang mataku yang mengalirkan perih-pedih menusuk tulang
sekujur raga.
Aku semakin hanyut dalam lingkaran duka mendera.
Kadang ternatal pijar-pijar amarah meski harus terkekang oleh berjuta kesadaran yang labil, bahkan
menyesakkan perasaan
nan beku, hampir napas tak terdengar lagi desahnya seiring kecomberan harus berlalu begitu
saja. Haruskah aku terpuruk di sini, di sisi kemunafikan tanpa disirami air
suci surga? Sedangkan diriku tak sanggup untuk membuka lebar-lebar kritik yang pernah
kutemukan di laci lemari, dimana semua realitas tersimpan di sana, dengan rapi
bersama isyarat alam berpancaroba.
Kembali aku menyibak kabut dalam perjalanan hidup pagi ini tanpa sepotong kebimbangan. Ada banyak riak asa menyesakkan rongga dada. Lewat info tabloid, aku sudah menyimak lowongan kerja di berbagai tempat dengan janji muluk, menggiurkan. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.