Sungai Darah Naluri (40)
Novel: Yant Kaiy
Semestinya
mereka menyuarakannya dengan tekad dan semangatmenggebu, kendati harus melewati
onak penguasa
yang siap dengan senjata serta atributnya yang senantiasa siaga akan semua gerak mencurigakan. Tidak
kalah menarik akan semua teman sekerjaku yang hanya menangis batin, selebihnya
menggerutu tanpa kendali lagi. Andai saja kebersamaan tidak terhesut isu jaminan kepalsuan nan
munafik, tentu mereka mau melakukan yang terbaik seperti api dalam sekam; mengatur
sedemikian rupa serangan ampuh
tanpa batas, berkhasiat demi cinta terhadap keluarga.
Namun kesempatan hampir tenggelam diantara
ombak musim berdebur.
Memperbaiki situasi dan kondisi
kronis akibat kualitas dan kuantitas
menurun oleh hantaman topan kebutuhan sehari-hari. Semuanya ingin
berkembang sesuai usia kian keriput,
tak molek lagi. Seperti orang bijak bilang, perjalanan hidup di dunia penuh dengan derita,
sengsara...
Kini
orang-orang tercinta meninggalkan aku pada saat
kebimbangan melanda jiwa. Seperti anak kecil mencari orang tuanya di kolong tempat
tidur kesayangannya. Tiada yang lebih bermakna kecuali
kemenangan, tetapi aku ingin memiliki angin ketenangan yang dapat membelai
sikap dan asa
tak kunjung
lenyap dihapus kebencian, tak terhitung lagi berapa banyak kadarnya.
Kuteguk merah kecewa sekali sehari. Tiada bosan rahasia harus
kusimpan agar terjaga namanya diantara
kepalsuan menggerus wibawa. Kubiarkan tangan ini penat dalam membalut dan
merangkai beraneka alasan tak pasti ujungnya. Problema yang mengabur terhadap
rekan sekerjaku, tak ada titik terang menyinari sungai malam nan sunyiku terbujur lelah.
Lalu kukerjakan sekali lagi, sampai berapa jauh ketabahan ini menyuntikkan
cairan asa dan aku tak bisa menentukan batas akhir dari sepotong kemewahan, akan
kubawa bersama pengembaraan, aku pun mampu menyongsong kegagalan, siap siaga segalanya supaya tidak mudah dipermainkan hasutan.
Semua tidak mudah
ketika diri berhadapan langsung dengan kenyataan. Orang pintar dikala dirinya
lagi beruntung, tapi akan terlihat dungu manakala musibah menghinggapinya. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.