Pintu Maaf



Pentigraf: Yant Kaiy

(1998) Ketika kematian mengancam jiwa kami sekeluarga, sontak kami pun menghindar. Tak ada segelintir manusia peduli. Kami tak ubahnya debu yang wajib disingkirkan dari kaca kemunafikan. Tokoh masyarakat, aparatur desa, lebih-lebih pimpinan lembaga pemerintah kecamatan turut serta memobilisasi masyarakat mengepung kami. Menguliti harga diri kami tanpa iba. Memberangus impian hidup rukun di tanah kelahiran tercinta. Berderai air mata perpisahan.

(2000) Disalah satu sisi memang ada yang prihatin atas ketidakadilan itu. Kami terima dengan lapang dada, memetik hikmah dari kebencian mereka di tanah pengasingan.

(2008) Mempersunting dara di desa kelahiran berbeda dusun. Kenangan hitam itu tetap terus dibawa sampai mati. Susah dibumihanguskan. Bibir mungkin masih bisa melepaskan senyum dan bermanis-manis kata terhadap mereka. Tapi pintu maaf di hati takkan terbuka selamanya.[]

Pasongsongan, 20/1/2021