Pentigraf: Yant Kaiy
Mengarungi laut derita
menurut banyak teman, tak membuat hati pesimis mengharap karunia Tuhan. Air
mata pasti berhenti mengalir. Kehidupan selalu berubah. Seperti perubahan
suamiku. Mulai dari sikapnya, mau menang sendiri. Kadang acuh tak acuh tatkala
aku butuh bantuannya. Menyelesaikan pekerjaan rumah yang tersisa.
Mulai kukorek
kesalahan diri. Tak ada menurutku. Hati terus berdebat, mengungkap pernik dosa
padanya. Baru kutemukan titik terang tatkala aku memeluknya dari belakang.
“Cinta saling
membutuhkan satu sama lain. Kau tidak. Kau hanya bersembunyi diantara tumpukan
lelah dan lelah. Tak pernah kau kau memikirkan kebutuhanku. Sedangkan
keinginanmu harus kululuskan. Kau hanya meminta hakmu, kewajibanmu menguap. Hilang
tak berbekas. Tak mungkin lagi aku mengajarkan cinta padamu,” kicaunya tak
berbatas pengertian lagi.[]
Pasongsongan, 1/4/2021