Pentigraf: Yant Kaiy
Aku tak mungkin
mengabulkan semua keinginannya. Ketika tangannya mulai menyentuh kehormatanku.
Merabanya. Aku berontak. Akalku masih waras. Tidak terlena begitu saja karena
ciumannya. Aku terbebas.
“Kita bukan
suami-istri. Kita tak boleh melakukan perbuatan ini. Kalau kau memaksa, kita
putus. Nanti kau jadi penakluk, aku korbannya. Kita sepakat? Kita tak mau
saling merugikan. Kalau soal berkorban, itu hal biasa. Tapi tidak untuk yang
satu ini. Ini milikku satu-satunya yang kujaga sampai di pelaminan cinta
sesungguhnya. Kita punya Tuhan,” tegasku sembari beringsut darinya.
Kuperbaiki jilbabku.
Dari ujung mata kudapatkan sikapnya mulai salah tingkah. Aku tak peduli.[]
Pasongsongan, 29/3/2021