Antologi Puisi “Tawa Terperosok Duka” (1)



Karya: Yant Kaiy

Persembahan

Saya persembahkan antologi puisi “Tawa Terperosok Duka” ini buat Ayah tercinta, dimana beliau telah membangkitkan animo untuk senantiasa berkiprah dibidang sastra, sehingga perjuangan saya terus terpupuk dengan baik. Perjuangan tanpa kenal lelah itu menjadi kebulatan tekad untuk selalu berkarya tanpa ada kalimat menyerah. Aku cinta Ayah.[]

 

Prolog

Ada semacam keraguan, kebimbangan, ketakutan, keresahan, kerunyaman, kekalutan, kebingungan dan entah apa lagi yang memenuhi ruang pikiran saya ketika waktu demi waktu saya specialkan hanya untuk mengumpulkan puisi-puisi ini. Namun saya tak dapat berdiam diri terus-menerus menekuri obsesi yang berantakan. Paling tidak saya harus bisa membagi-bagikan "kado" ini bagi siapa saja yang mau mengerti tentang jeritan, kelepak, derita, luka menganga, kungkungan yang menyembelit sesamanya.

 

Perlu digaris-bawahi, bahwa saya tidak ingin dan tidak mempunyai niat sejumput pun supaya  Anda terjebak pada pemahaman sangat sulit. Malah sebaliknya, saya berkeinginan untuk membawa Anda pada sebuah dunie yang pernah saya lihat, amati dan rasakan sekeligus renungkan. Bukankah perasaan kita sama, tetapi kedudukan kita saja yang membedakannya.

 

Demikian juga dengan problema yang kita hadapi, begitu beragam dan kita sama-sama mencari jalan keluar sebagai titik final dari ikhtiar. Kendati tidak semua jalan keluar itu lepas dari risiko yang mengikutinya. kite berusaha menekannya sekecil mungkin. Barangkali Anda termasuk dalam golongan orang bljak yang dapat memberikan pelita di tengah gelap-gulita malam. Sungguh, saya pribadi ingin sekali meneguknya, biar semua resah raib ditelan kedamaian sentosa. Sejujurnya, saya mengharapkan pertolongan Anda dengan kebesaran jiwa tentunya. Anda boleh menganggap saya sebagai manusia kerdil, berpikiran pendek, mudah tumbang dan lain sebagainya.

 

Namun yang jelas saya masih tidak mampu menerjemahkan misteri kehidupan ini dengan utuh. Saya masih dihadapkan pada beraneka kesulitan yang tak mampu saya pecahkan. Untuk itu ijinkanlah saya mengungkapkan semua yang saya rasakan lewat kunpulan puisi iní. Saya berharap sekali lagi, kiranya Anda berkenan untuk meluangkan waktu barang sejenak bagi saya. Syukur kalau Anda juga pernah mengalami seperti apa yang tertuang di buku kecil ini (berisi 44 puisi), sehingga saya tidak terlalu sulit menjabarkannya.[]

Pasongsongan-Sumenep, 1995

 

Ketika Mendung

aku masih belum nampu memahamimu

keluguanmu telah menjeratku

entah sampai kapan bisa  merdeka

menerjuni kolam hatimu

sedangkan kakimu emat kaku mendekatiku

 

haruskah aku memaksakan diri

agar pintu hatiku terkuak lebar?

mane mungkin bisa

jika kau tak mau mengerti aku

jika kau masih mau mendustaiku

mungkin selamanya kuterpasung rindu

 

kutinggalkan kau dalan resah

akan kususun kembali impian itu

setelah mendung berlalu.

Pasongsongan, 18/11/95



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Sosialisasi Persiapan Seleksi Kompetensi CPPPK 2024 Tahap II di SDN Pasongsongan 1 Sumenep

Imanur Maulid Efendi dan Ahmad Buhari: Pendamping Setia Guru Honorer Kecamatan Pasongsongan dalam Rekrutmen PPPK 2024

Kepala SDN Panaongan 3 Sumenep, Sibuk di Masa Libur Sekolah 2024

Apresiasi Tim Penilai Kinerja terhadap Kepala SDN Panaongan 3 dalam Program Literasi dan Numerasi

Kepedulian Agus Sugianto dalam Membantu Guru Honorer pada Seleksi PPPK Tahap 2

Dahsyat, Ramuan Banyu Urip Sembuhkan Segala Penyakit

Rapat KKKS Kecamatan Pasongsongan di SDN Panaongan 3: Apresiasi Prestasi Peserta Didik