Antologi Puisi Fragmen Nasib (33)
Karya: Yant Kaiy
Naluri Seorang Seniman
tak jera meski beribu hinaan mengancam raga
berpeluh
perjuangan mati-matian
membelah mega
berarak
ternatal suatu harapan dan impian menangkis fitnah
dan
cemooh menyimbolkan kehinaan
mengalirkan sampah busuk di tiap sudut hati
kotor kata-katanya
melemparkan aku ke jurang nista
sebuah dunia begitu asing di tanah kelahiran
tinggallah kesendirian bertemankan kesunyian menggulita
kutegarkan sejuta
goncangan menanti kepastian
naluriku sahih
menyusun beraneka tamparan yang hadir
terpotret oleh bola mata segumpal rahasia bebatuan
terjebak kebencian,
kulukis lewat beraneka himpitan
melantunkan
nyanyian diri tentang penyiksaan
bergema naluri ke
pelosok hutan menghijau
gugur jua dedaunan itu, terkulai tanpa makna
sekerat pun
hanyalah nasib
menggantung yang kian labil saja
menggelinding
kemiskinanku menguasai jilatan mata api
hancur-leburlah kebulatan asa
dari sekian angan-angan
tak tentu
rimba halusinasi melayang dibalik kayangan
berdebur ombak di dada merenungi asa
terkatung-katung tiada tongkat jadi pegangan
kurentangkan tanganku menghalau hari-hari
melelahkan
disisi pancaroba diri, timbul telaga harapan biru
apakah
semua ini hanya fatamorgana…
akankah nanti setegar
batu karang di pantai…
atau hanya lamunanku semata?
kulukiskan kegersangan inspirasi yang tersaji
kusulamkan ekspresi diatas melebarnya luka
mengutuki kebodohan diri saban hari seolah tiada
arti
hanya membuang keringat yang telah membanjir
menegang,
membuncah, berkobar tertiup angin
benang-benang kesombongan di kulkas
terus
membeku tak berdebu
mengapuri luapan emosi karena terasing
kisah
diri teronggok di halaman rumah
semua
jadi belenggu kebebasan kreativitasku
sebagai seorang seniman miskin
berdosakah diri mengoreksi mereka.
Sumenep, 19/08/1988
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.