Antologi Puisi Fragmen Nasib (38)
Karya: Yant Kaiy
Jalan Gelap
seringkali kakí terantuk batu di jalan kampung
tanah becek tetap
kulalui begitu menyiksa tanpa selera
lepaskan gamang dari kulit kepastian
naluri merangkak bentuk mimpi
melambung ke awang-awang
ternatal serpihan
asa membanjiri halusinasi dikesepian jiwa
acapkali
melebar kekecewaan ketika bersamanya
sebab
tak selamanya khayal selaras kenyataan
ada
beda diantara keinginan kami berdua
berderai dendam dalan selimut
tatkala
kalbu tersakiti merebut kemenangan
tersusun kata sukar
terurai kedalam sebiji protes
cukup lama kumenunggu berhenti darah muncrat
terkuliti
daging benak melukiskan penyesalan
tertutup kata-kata maaf yang sering terdengar
berdosakah segala perilaku?
menantang keping
kepahitan
terurai
melempar jangkar keinginan dihempas gelombang
meski
aku sudah muak rayu manisnya
terlanjur mengutuki diri serba tak mengerti
apakah memang suatu
kebajikan yang disuguhkan?
mustahil
kebencianku terbalas oleh manis senyum dia
seiring waktu
menggilas matahari
lalu
kutak lagi memanah sengketa
terlalu buruk terdengar melontarkan sumpah
kalimat comber pembasmi persahabatan
tak
bijak rasanya sesama teman
sekolah
aku tak terbiasa
menyimpan benci berlarut-larut
biarlah
mereka tetap mengimla pancaroba
kubiarkan
kejahatannya, kebusukannya tak hidup lagi
kuingin menyiraminya dengan bunga-bunga surga
sebagaimana
para nabi mengedepankan sabar
takkan pernah ada lagi segala siksa mendera
diperjalanan panjang selaku anak sekolah
biar raga tetap terlelap menyusuri kehangatan
agar
kobar api harapan tak pernah padam
membakar hutan kebimbangan hingga jadi abu
kisah
sepotong lukamu tetap kubalut rapi
kukulkaskan jera mengitari
tanpa hasrat
dengki
hanya pernik-pernik
penggoda tanpa suara
aku terus mengalah
meski bukan berarti kalah
kubawa
kembali mimpi-mimpi kita
tergantung rindu
terjebak di lembah penantian.
Sumenep, 23/08/1988
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.