Tembang Kemarau
Puisi: Yant Kaiy
Arah
jitu kemarau semakin tidak menentu. Sesekali tercurah hujan diantara elegi
kemarau. Menjerit petani tembakau dan garam. Acapkali tanpa sadar kufur pun
ternatal pada hati mereka yang kerontang embun iman. Tangis, tawa… Sudah biasa
menjadi milik makhluk bernyawa. Mereka terbius gemerlap dunia, lupa akan
ayat-ayat Tuhan tentang syukur.
Pada
panas menyengat terhampar impian hujan segera datang. Kerinduan itu seolah
mengalahkan uang dan jabatan. Dari sudut-sudut tempat ibadah bergema lantunan
doa, barharap khusyuk tetapi melupakan sejati insyaf penyembuh angkara murka.
Tidak cukupkah dosa-dosa kita dalam memperkosa alam ini? Sehingga keseimbangan
musim tersamarkan bahwa bencana bukanlah ulah manusia semata. Lalu siapa?
Ketika
tetes air terakhir habis. Sumur, sungai dan laut mengering. Tatkala
tumbuh-tumbuhan tak lagi hidup. Akankah uang dan jabatan menolongnya?
Pasongsongan, 3/9/2021
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.