Sulaisi Abdurrazaq (Ketua APSI Jatim): Penjelasan Mengenai PI Migas di Sumenep

SUMENEP, apoymadura.com - Kabupaten Sumenep salah satu daerah yang berada di Pulau Madura dan memiliki berkah dari Sang Khalik berupa kekayaan alam berlimpah dengan gugusan keindahan bumi kepulauan yang bergandeng mesra satu sama lain.

Salah satu berkah Tuhan terbesar itu bernama Minyak dan Gas (Migas).

Terbukti, banyak perusahaan besar yang menanamkan modalnya di Bumi Arya Wiraraja ini untuk melakukan eksplorasi Migas.

Hal itu diantaranya Kangean Energi Indonesia (KEI), HCML lepas pantai Pulau Raas dan Pulau Sapudi,  Energi Mineral Langgeng dan Medco Energi dengan jumlah lifting ribuan barel yang bernilai miliaran rupiah.

Lantas apakah berkah kekayaan alam Sumenep ini dapat memberikah manfaat bagi kesejahteraan masyarakatnya?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, angka kemiskinan di Kabupaten Sumenep pada tahun 2021 berada pada angka 20,5 persen.

Terdapat peningkatan jika dibandingkan tahun 2020 dalam catatan BPS Sumenep tercatat penduduk miskin sebesar 220,23 ribu orang.

Ada peningkatan penduduk miskin sebesar 8,25 ribu orang 0,70 persen.

Karena pada tahun 2019 berdasarkan angka garis kemiskinan sebesar Rp 357.473, data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumenep menunjukkan bahwa penduduk miskin di Sumenep tahun 2019 sebesar 211,98 ribu orang atau 19,48 persen.

Padahal secara aturan seperti tertuang pada Permen ESDM Nomor 37 tahun 2016, daerah yang menjadi lokasi dari eksplorasi migas mendapat Participating Interesting (PI) sebesar 10 persen. Tentu dana teresebut sangatlah besar.

Kemudian, kemana dana PI mengalir jikalau tidak mampu mengentaskan kemiskinan di wilayah Sumenep khususnya?

Apoymadura.com bertemu langsung dengan Ketua DPW Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Sulaisi Abdurrazaq mengatakan dari persoalan tersebut, diduga mengalir ke kantong-kantong sejumlah para elite di Kota Keris.

Pendapat itu kata Sulaisi, sudah didasarkan penelitiannya terhadap masyarakat sekitar lokasi eksplorasi Migas di kepulauan.

Bahkan katanya, pihaknya menemukan fakta yang mencengangkan dimana masyarakat tidak memiliki dampak kesejahteraan dari keberadaan kegiatan usaha tersebut.

Ia menyebutkan, banyak sekali fasilitas publik yang rusak parah, misalnya akses jalan di daerah sekitar lokasi terdampak masih tidak teraspal, juga fasilitas lainnya seperti air bersih dan listrik yang dinikmati oleh masyarakat.

"Pada saat itu saya simpulkan PI migas tidak menetes ke bawah, artinya terhenti hanya di kelompok para elite," kata Sulaisi Abdurrazaq saat ditemui usai mengisi materi FGD di Sumenep dengan tema: PI 10 persen Migas untuk siapa? pada hari Senin (7/2/2021).

Bahkan Sulaisi menduga, PI 10 persen ini mengalir hingga ke pemangku Kebijakan saat ini. Sebab sepanjang tahun 2011 hingga 2015 perusahaan BUMD PT WUS sebagai pengelola PI migas memiliki kantor perwakilan di Jakarta dan Kepala kantornya adalah Bupati saat ini yang kapasitasnya sebagai penerima kuasa dari Direktur PT WUS.

Fakta katanya, sudah tertuang dalam surat putusan pengadilan dalam kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Direktur PT WUS.

"Kapasitasnya sebagai penerima kuasa pencairan uang dan bergerak sendiri Sitrul Arsyi (Direktur PT WUS), untuk membuka rekening sendiri di Jakarta yang ditolak karena kantornya bukan di Jakarta tapi di Sumenep," jelasnya.

Hal ini menurutnya, tidak terlepas dari pengelolaan PI yang tidak transparan kepada publik dan lemahnya pengawasan oleh lembaga-lembaga tinggi negara di daerah.

Maka ke depan untuk memastikan realisai PI 10 persen agar sampai kepada publik kata Sulaisi Abdurrazaq, dibutuhkan turut serta civil society untuk melakukan pengawasan.

"Karena lembaga legislatif, ekskutif dan yudikatif cenderung memiliki hubungan yang nyaman bekerjasama, kalau rekan-rekan aktivis, media atau pers tidak ikut pro aktif mengawasi ya sangat rawan," ungkapnya. (Sl/YK)