KONEKSI ANTAR MATERI; REFLEKSI FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA
KONEKSI ANTAR MATERI; REFLEKSI FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL KI HADJAR DEWANTARA
Oleh
: Agus Sugianto, S.Pd
Peserta Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Sumenep
Berbicara tentang Pendidikan di
Indonesia,tentu tidak akan lepas dari figur Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki
Hadjar Dewantara. Beliaulah sebagai peletak dasar pendidikan nasional yang
dulunya sangat sekretarian dirubah menjadi pendidikan yang membumi bagi semua
anak negeri tanpa kecuali. Ada beberapa filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara
yang sampai saat ini masih sangat relevan dengan perkembangan jaman,yaituFilosofi
menuntun; filosofi padi dan petani; kodrat zaman
dan alam; sistem among; asas tri-kon dan trilogi pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara yang kita kenal sebagai Bapak
Pendidikan Indonesia adalah seorang Pendiri Lembaga Pendidikan Taman Siswa yang
kemudian menjadi cikal bakal berdirinya sekolah pada jaman Penjajahan dan
pergerakan dulu. Ki Hadjar Dewantara membedakan antara pendidikan dan pengajaran. Menurut
beliau,Pendidikan bertujuan untuk membentuk anak sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan
merawat bibit, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah
anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan
dan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah
memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin
(Dewantara I, 2004).
Memahami filosofi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara sendiri ini merupakan tugas yang teramat berat tapi
sangat mulia.Dimana sebagai guru ketika
berada di depan,kita harus bisa memberikan teladan (Ing Ngarso Sung Tulodo).Ketika
berada ditengah,kita harus
bisa membangun sebuah tekad dan kemauan termasuk memberikan inspirasi dan semangat (Ing Madyo Mangun Karso).Dan ketika berada di belakang kita diharuskan bisa memberikan
dorongan serta motivasi kepada para anak didik kita dalam mengembangkan bakat
dan kemampuan potensial yang telah Tuhan titipkan pada diri anak didik kita (Tut Wuri Handayani).
Pemikiran dan konsep filosofis
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro jika dihubungkan dengan relevansi
pendidikan saat ini,sangatlah tepat.Dimana pada jaman sekarang anak didik tidak
hanya membutuhkan teori atau kata-kata kosong,namun anak didik saat ini
membutuhkan contoh konkrit atau perwujudan nilai-nilai sikap dari seorang guru
yang akan diteladaninya.Apalah artinya ribuan kata teori,tapi pada kenyataannya
tidak diaplikasikan sendiri oleh seorang pendidik.Tapi ketika pendidik sudah
mempraktekkan sebuah nilai sikap atau teladan yang baik.Tanpa diuraikan menggunakan
kata demi kata,pasti murid tersebut akan mengikutinya.Jika dihubungkan antara
konsep keteladanan atau Ing Ngarso Sung Tulodo Ki Hadjar Dewantara dengan
lingkungan sekolah penulis secara khusus,sangat erat sekali.Ketika di depan
anak didik, penulis menyuruh untuk menjaga lingkungan kebersihan sekolah,tapi penulis
sendiri malah membuang sampah sembarangan.Ketika penulis menyuruh anak didik
untuk berpakaian dan berpenampilan rapi,sementara penulis sendiri baju dan
rambut awut-awutan.Maka apa yang penulis perintahkan pada anak didik,sebagian
besar akan terabaikan.Tapi ketika penulis memberikan teladan menyapu
kelas,membuang sampah pada tempatnya dan berpenampilan rapi dan sopan.Maka
perintah penulis tersebut akan dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh anak
didik.Jadi intinya anak didik butuh contoh konkrit,bukan sebatas retorika
ataupun kata-kata.
Tiga dasar filosofi
pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara tersebut sebisa mungkin akan penulis
terapkan dalam praktek atau KBM,walaupun sampai saat ini belum bisa penulis
terapkan secara maksimal.Misalnya ketika didalam kelas terdapat anak yang
memiliki keterbelakangan mental.Maka terkadang bahkan sering penulis
memperlakukan anak tersebut sama dengan anak-anak lainnya.Padahal hal tersebut
tidak sesuai dengan prinsip dari filosofi Ki Hadjar Dewantara,yang mengharuskan
kita bisa dan mampu untuk menggali dan mengarahkan tiap potensi yang dimiliki
oleh seorang anak.Belum lagi kemerdekaan belajar bagi diri penulis dalam
melaksanakan pembelajaran.Ini belum sepenuhnya penulis bebas dan merdeka dalam
melakukannya.Karena masih ada faktor-faktor lain yang menjadi kendala, baik
faktor internal maupun eksternal penulis.
·
Konsep Murid sebelum mengenal Pemikiran Filosofis Ki
Hadjar Dewantara
Menurut penulis murid adalah semua anak yang sudah
memasuki usia sekolah,datang ke sekolah untuk dididik,sehingga bisa
membaca,menulis dan menghitung serta memahami beberapa pengetahuan
lainnya.Penulis menganggap bahwa semua murid adalah lembaran kertas kosong yang
bisa diisi oleh siapa saja sesuai selera pengisinya,sehingga ketika mengajar
penulis cenderung untuk memperlakukan keberadaan anak sama antara yang satu
dengan yang lain.Selain itu penulis beranggapan bahwa porsi keluarga lebih
dominan atau lebih kuat dalam mewarnai kehidupan anak,karena keberadaan anak dalam
lingkungan keluarga lebih besar porsinya daripada di sekolah.Dengan anggapan
tersebut,penulis merasa skeptis untuk bisa merubah karakter atau kebiasaaan
yang kurang baik yang dibawa anak dari rumah.Sehingga outputnya,ketika di kelas
penulis akan membagi murid menjadi dua,yaitu
: anak baik dan anak nakal.Pada kelompok anak baik,penulis akan
memperlakukannya dengan sangat baik,sedangkan pada kelompok yang kedua penulis
sangat apatis.Tak ada hari tanpa hukuman atau sanksi pada kelompok murid yang
nakal.Karena hanya dengan sanksi,penulis beranggapan bisa memberikan efek jera
pada diri anak,sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatan nakalnya.Sedangkan
untuk bisa merubah menjadi pribadi yang baik,sangatlah tidak mungkin.Karena
penulis beranggapan bahwa porsi keluarga di rumah lebih dominan.Sehingga ketika
seorang murid saat berada di sekolah iabaik,maka ia akan terus menjadi
baik.Demikian juga sebaliknya.Ketika seorang murid berada di sekolah nakal,maka
selamanya ia akan nakal dan tidak akan bisa berubah menjadi baik.
·
Konsep Pembelajaran sebelum mengenal Pemikiran
Filosofis Ki Hadjar Dewantara
Konsep pembelajaran yang dilakukan penulis sebelum
mengenal Pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah berpusat pada guru,memaksa dan
sanksi.Guru adalah subjek dalam pembelajaran dan murid adalah objeknya.Guru
adalah sosok yang serba tahu dan tak boleh dibantah titahnya.Jadi jika ada
pendapat yang berbeda dari murid,maka bisa dipastikan pendapat simurid salah
dan pendapat guru benar.Ini akan menutup ruang berpikir kritis dari
murid,menutup rasa keberanian dan percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya.
Hal kedua adalah selama pembelajaran,yang terjadi
bukanlah proses belajar mengajar yang menyenangkan,tetapi lebih pada sebuah
pemaksaan konsep dan materi.Mengapa ini bisa terjadi?.Ini tak lebih karena guru
dibatasi oleh instrumen pembelajaran yang begitu mengikat dan harus
dilaksanakan.Ketuntasan materi dan ketuntasan minimal (KKM) menjadi acuan dalam
pelaksanaan pembelajaran.Keberadaan materi pembelajaran yang dibatasi oleh
sekian hari harus selesai,tanpa memperhatikan perbedaan tipe anak,serta faktor
lainnya yang menjadi penyebab perbedaan anak dalam menyerap
pembelajaran.Sehingga ruang kelas yang seharusnya menjadi ruang untuk menggali
setiap potensi anak,malah menjadi sebuah ruangan kaku yang hanya bisa menjejali anak
dengan konsep dan materi yang tak perlu dibantah olehnya.Guru hanyamemikirkan segala
proses pelaporan administrasi yang harus sesuai dan selesai tepat waktu.Tertibnya
administrasi pembelajaran menjadi tolak ukur keberhasilan seorang guru.Sehingga
guru lebih asyik berkutat untuk menyelesaikan segala persoalan
administrasi,daripada harus berkutat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
yang menimpa muridnya dalam hal pembelajaran.
Hal yang ketiga adalah konsep sanksi.Dulu saya
beranggap bahwa dengan pemberian sanksi/hukuman,semua permasalahan yang
menyangkut murid akan selesai.Sanksi yang penulis terapkan bermacam-macam,mulai
sanksi menulis pada lembaran kertas,sanksi berdiri di depan kelas atau bentuk
sanksi fisik maupun mental lainnya.Tapi ternyata beragam sanksi yang penulis
terapkan pada siswa,bukannya malah menyelesaikan masalah.Tapi bahkan
sebaliknya.Tak jarang murid yang nakal semakin bertambah nakal.Ia hanya
menunjukkan rasa takut ketika berhadapan dengan gurunya,ia diam dan santun
ketika guru ada di kelas.Tapi ketika kelas kosong.Ia akan berulah dan berubah
kembali seperti sedia kala.Belum lagi ketika sanksi fisik yang diterapkan.Tak
jarang memantik para wali murid tidak terima atas perlakuan para gurunya,bahkan
ada yang menempuh jalur hukum.Keberadaan fakta ini,menyadarkan penulis bahwa
pemberian sanksi berupa apapun,tidak akan menyelesaikan akar permasalahan yang
dihadapi.
·
Pemikiran Filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan telah merubah pemikiran penulis
-
Maksud
Menuntun dalam filosofi Ki Hadjar Dewantara,bahwa pendidikan menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak,agar mereka dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia,maupun anggota
masyarakat.Dalam proses menuntun ini,seorang guru tidak boleh melakukan
pemaksaan terhadap anak,dan hendaknya proses menuntun harus dimulai dari diri
pendidik sendiri.
-
Filosofi
padi dan Petani. Ki Hadjar Dewantara melakukan pengandaian bahwa pendidik
diibaratkan sebagai petani,dan anak didik adalah benih.Setiap benih sudah
memiliki kodratnya masing-masing.Apakah ia sebagai jagung,padi,anggur,rumput
ataupun benalu.Demikian juga anak didik.Ia juga sudah memiliki kodratnya yang
telah Tuhan titipkan padanya.Ia sudah Tuhan titipkan bakat dan potensi yang
beraneka warna,dimana tiap pribadi tidaklah sama.Selain memiliki bakat potensi
yang tidak sama,Tuhan juga menitipkan rasa yang sama tiap pribadi,yaitu rasa
cinta,marah,benci,sayang,haru,gembira dsb.Seorang petani tidak bisa
memperlakukan padi,jagung,anggur dan gandum dengan perlakuan yang sama.Tapi
seorang petani akan memperlakukan sesuai dengan kodrat alami tanaman tersebut.Demikian
juga halnya dengan seorang pendidik.Ia tidak akan memperlakukan hal yang
sama,pada semua anak didiknya.Karena tiap anak didik memiliki perbedaan kodrati
yang bukan ranah pendidik untuk menyamakannya.Yang bisa dilakukan seorang
petani atau pendidik,hanyalah berupaya menjaga dan merawat benih/murid dengan
sepenuh hatinya.Menjaga dari gulma atau tanamaman pengganggu lainnya yang bisa
mempengaruhi tumbuh kembangnya.Paling tidak walaupun benih tersebut kurang
baik,tapi ketika seorang petani dengan ketulusan hatinya merawat dan
menjaganya.Maka benih tersebut akan lebih baik jika dibandingkan dengan
tumpukan benih lainnya yang kurang baik.
-
Kodrat
alam dan jaman.Tiap orang ada jamannya,dan tiap jaman ada orangnya.Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di
mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama.Artinya
bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakternya masing-masing, jadi
sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat dasar tadi, yang bisa dilakukan oleh
seorang guru adalah menunjukan dan membimbing mereka agar muncul sifat-sifat baiknya sehingga
menutupi/mengaburkan sifat-sifat
jeleknya.
kodrat
zaman bisa diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan
kepada siswa sesuai zamannya agar mereka bisa hidup, berkarya dan menyesuaikan
diri. Dalam konteks pembelajaran sekarang,kita harus bekali siswa dengan kecakapan Abad 21. Budi pekerti juga
harus menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pengajaran yang kita
lakukan sebagai guru. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi
siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan
kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi
pekerti/akhlak mulia kepada anak.
Dalam
pembelajaran di kelas hendaknya kita juga harus memperhatikan kodrati anak yang
masih suka bermain.
Lihatlah ketika anak-anak sedang bermain pasti yang mereka rasakan adalah ‘kegembiraan’ dan
itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Hendaknya guru
juga memasukan unsur permainan dalam pembelajaran agar siswa senang dan tidak
mudah bosan. Apalagi menggunakan permainan-permainan tradisional yang ada,
selain menyampaikan pembelajaran melalui permainan , kita juga mendidik dan
mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan.
(https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/kesimpulan-dan-refleksi-pemikiran-pemikiran-ki-hajar-dewantara/)
-
Sistem among.Dalam pidato Asas-asas 1922 yang dilontarkan
langsung oleh Ki Hajar Dewantara disebutkan bahwa pemakaian metode among dibuat
untuk menghindari segala bentuk paksaan dari pendidik ke murid-murid.
“Pemakaian
metode among, suatu metode yang tidak menghendaki “paksaan-paksaan”, melainkan
memberi “tuntutan” bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang dengan subur dan
selamat, baik lahir maupun batinnya,” ujar Bapak Taman Siswa ini, yang juga menguraikan empat
poin-poi lainnya yang dikenal dengan Asas-asas 1922, termasuk perlu adanya
demokratisasi dalam pengajaran agar tidak hanya lapisan atas saja yang
terpelajar.
Seperti diketahui, jauh sebelum Taman Siswa berdiri,telah
berdiri juga beberapa lembaga pendidikan,dimana pada lembaga tersebut hanya
untuk mendidik para calon pegawai (Sekolah Kabupaten-1854),kemudian disusul
sekolah Boemi Poetra,dimana orientasinya mendidik mereka yang diperbantukan
pada usaha perdagangan pemerintahan Belanda.Barulah pada tahun 1922 di
Yogyakarta berdiri Taman Siswa yang menghapus orientasi dan tatanan pendidikan
sebelumnya. Oleh sebab itu, melalui sistem pengajaran Among ini Ki Hajar
Dewantara ingin melawan paradigma pendidikan kolonialisme yang mengutamakan
intelektual, materialistis dan individualis. Sebaliknya, di Taman Siswa paradigma
menekankan pada pendekatan Kodrat Alam dan Jaman Anak, yakni pendidikan tidak
boleh menjauhkan anak dari alam dan keluarganya.
(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mengenal-sistem-among-dalam-konsep-belajar-taman-siswa/)
-
Azas
Trikon.Pertama:Pendidikan harus bersifat Kontinyu artinya pengembangan
pendidikan harus dilakukan secara berkesinambungan,terus-menerus dan dengan
tata perencanaan yang baik.Pengembangan pendidikan harus dilakukan secara tahap
demi tahap,dimana tahap selanjutnya memperbaiki tahap
sebelumnya.Kedua:Pendidikan harus bersifat Konvergen artinya pengembangan
pendidikan bisa dari segala arah dan dari berbagai sumber baik di dalam negeri
maupun dari luar negeri.Jadi pengembangan pendidikan bersifat terbuka.Jadi
dengan peralatan yang canggih seperti saat ini,kita bisa mempelajari
pengembangan pendidikan dari negara manapun,kemudian yang sesuai dengan citra
kepribadian serta kearifan budaya lokal bisa kita ambil,dan yang tidak sesuai
bisa kita abaikan.jadi kita bisa memadukan budaya bangsa sendiri dengan
kebudayaan asing yang dapat mendorong kita menuju pada generasi yang lebih
maju.Ketiga: Pendidikan harus bersifat Konsentris artinya pengembangan pendidikan yang dilakukan harus
tetap berdasarkan pada kepribadian bangsa kita sendiri. Tujuan utama pendidikan
adalah menuntun tumbuh kembang anak secara maksimal sesuai dengan karakter
kebudayaannya sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hadjar menganjurkan kita
untuk mempelajari kemajuan bangsa lain,tetapi semua itu ditempatkan secara
konsentris dimana karakter budaya kita sebagai pusatnya.
-
Yang
terakhir adalah Azas trilogi pendidikan yang sudah tidak asing lagi yaitu : Ing
ngarso sung tulodo artinya seorang pendidik hendaklah ia menjadi suri teladan
bagi para peserta didiknya.Ing madyo mangun karso artinya seorang pendidik
hendaklah ia bisa menjadi motivator dalam membangun inspirasi bagi para peserta
didiknya.seorang pendidik bisa menjadi teman bagi para peserta didiknya dalam
mewujudkan cita-cita besarnya.Tut wuri handayani artinya seorang pendidik
hendaknya bisa mendorong para peserta didiknya untuk bisa mengembangkan bakat
dan potensi yang dimlikinya.
Dari beberapa pemikiran filosofis Ki Hadjar
Dewantaratentang pendidikan akhirnya merubah pola pikir penulis sebagai
pendidik, diantaranya :
-
Murid
bukanlah suatu kertas kosong yang bisa diisi oleh siapa saja.Tapi murid telah
punya potensi kodrati alami masing-masing yang berbeda satu sama lain.Murid telah
membawa guratan-guratan samar pada kertas kosong tersebut.Tugas penulis sebagai
pendidik adalah menuntun (memfasilitasi/membantu) murid untuk menebalkan
guratan-guratan samar tersebut,agar murid dapat memperbaiki lakunya/pekertinya
untuk menjadi manusia seutuhnya.Adapun cara yang bisa penulis lakukan untuk
menebalkan atau memperbaiki laku anak adalah dengan kekuatan konteks diri anak
sendiri serta menebalkan dengan konteks sosio-kultural/budaya sekitarnya.Banyak
kata-kata bijak,peribahasa bijak,dongeng daerah serta permainan tradisional
dari budaya daerah kita sendiri,yang bisa kita angkat untuk menjadi sentral
ketika pengaruh budaya luar berdatangan.
-
Filosofi
menuntun selalu disertai dengan sikap memaksa peserta didik.Tapi sekarang saat
menuntun,penulis sudah tidak melakukan pemaksaan kepada peserta didik.Penulis
mencoba memerdekakan semua peserta didik dalam mengoptimalkan bakat dan potensi
dirinya dalam berekspresi,berinovasi,bereksplorasi serta berkolaborasi dengan
teman-temannya.
-
Penulis
berpikir bahwa di dalam kelas ia menjadi subyek pembelajaran dan peserta didik
menjadi obyek atau pembelajaran yang berpusat pada guru.Tapi sekarang pemikiran
tersebut telah penulis tinggalkan.Pelan tapi pasti,penulis mereposisi diri
untuk menjadi motivator dan fasilitator di dalam kelas selama proses
pembelajaran.Penulis bisa saja beralih fungsi menjadi seorang ayah,seorang guru
bahkan diwaktu tertentu penulis menjadi seorang teman bagi peserta didik,dengan
kata lain di kelas sekarang penulis menerapkan pembelajaran berpusat pada
murid.
- Sanksi atau hukuman baik fisik maupun mental sering penulis lakukan.Tapi untuk saat ini sudah tidak lagi.Karena sanksi/hukuman tidak menyelesaikan masalah ataupun memberikan efek jera,bahkan terkadang malah sebaliknya.
-
Sebisa
mungkin apa yang penulis perintah untuk dilakukan oleh peserta didik,terlebih
dahulu penulis melakukannya dalam langkah konkrit atau nyata dalam kehidupan
sehari-hari.Karena penulis sadar bahwa peserta didik butuh keteladanan bukan
sebatas kalimat suruhan atau teori belaka.
-
Penulis
dulu menghamba pada segala bentuk administrasi pembelajaran yang menuntut
ketuntasan materi dan ketuntasan minimal.Tapi sekarang penulis berusaha untuk
-
menyeimbangkan
antara keduanya.Karena kedua faktor tersebut saling membutuhkan dan saling
melengkapi satu sama lain.
-
Sangat
apatis terhadap keragaman kultur budaya serta permainan tradisonal dulu,tapi
sekarang penulis bersinergi dengan guru Mapel menghidupkan kembali permainan
tradisional yang sarat dengan filosofi
kebersamaan,semangat,kekompakan,ketangkasan serta kecerdasan
emosional.Menghidupkan kembali nasehat bijak,peribahasa bijak yang berasal dari
petuah para tetua di kampung.Sehingga kultur sosial budaya masyarakat di daerah
para peserta didik menjadi pijakan dalam menyaring budaya-budaya luar.
·
Hal yang akan diterapkan penulis agar kelas
mencerminkan filosofi Ki Hadjar Dewantara
- Menyusun serta membuat beberapa kesepakatan kelas dengan peserta didik.Hal ini diharapkan dapat mendidik peserta didik untuk bertanggung jawab atas kesepakatan kelas yang telah dibuat. - Mengaplikasikan filosofi trilogi ing ngarso sung tulodo (suri teladan) dalam langkah nyata sehari-hari baik selama di sekolah maupun di luar sekolah.Sehungga hal ini akan menjadi pemantik bagi peserta didik untuk meniru dan mempraktekkannya juga. - Menghamba pada murid atau pendidikan yang berpihak atau berpusat pada murid.Dengan kata lain mencoba membebaskan diri penulis dari segala ikatan,dengan niat yang suci serta tulus mendekati murid tapi tidak untuk mengambil sesuatu hak anak,tapi mencintai murid semurni-murninya sehingga mencintai dan menyayangi murid seperti mencintai anak sendiri.Menghamba pada murid bukan lantas mengiyakan semua kemauan murid,tapi menghamba pada murid disertai dengan sebuah batasan yang tegas yaitu memberikan kebebasan yang terttuntun pada murid. - Melakukan pembelajaran yang menyenangkan dengan diselingi permainan yang menarik,sehingga anak tidak merasa bosan karena monoton.
- (Dewantara I, 2004). - Modul 1.1 Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara-Pendidikan Guru Penggerak - https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mengenal-sistem-among-dalam-konsep-belajar-taman-siswa/ |
|||
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.