Warga Nahdiyin di Pamekasan, menggelontor ke jalanan, membongkar dusta, berjuang mengungkap kebenaran yang terhalang saput kebodohan.
Mereka menggelar aksi unjuk rasa pada Rabu siang (25/1/23), protes keras atas khotbah Jumat di masjid Usman bin Affan Desa Nyalabu Laok Pamekasan yang disampaikan Ustadz Yasir Hasan Al-Idris.
Kades Nyalabu Laok ambil sikap menutup masjid Usman bin Affan dan melarang digunakan untuk aktivitas apapun.
Massa tumpah lagi hari ini (30/1/23) ke Polres Pamekasan, menuntut Ustadz Yasir Hasan Al-Idris ditangkap setelah puluhan anggota PC Ansor bersama Banser melaporkan peristiwa itu ke Polres Pamekasan.
Pemkab, Kemenag, MUI, serta perwakilan sejumlah ormas Islam di Pamekasan telah menginisiasi upaya damai, Ustadz Yasir Hasan Al-Idris telah mengaku khilaf, meminta maaf dan menyatakan siap mendapat pembinaan.
Ia juga komit tak akan mengulangi sikap dan perilaku yang menimbulkan polemik. Tapi nampaknya sebagian warga Nahdiyin belum puas. Polres didesak segera tangkap Ustadz Yasir Hasan Al-Idris.
Isi khotbah itu seperti menjerang air di siang hari, warga Nahdiyin mendidih.
Salah satu isi khotbah yang disampaikan dengan berapi-api itu melumpuhkan diri sendiri, bunyinya begini :
"...KH. Muhammad Hasyim Asy'arie, Pendiri NU, sekaligus pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, mengingkari dengan keras adanya perayaan Maulid Nabi,...kita sebagai orang Indonesia dak tahu selama ini, dibohongi, disembunyikan kebenaran ini, agar umat Islam merayakan..."
Setiap tahun saya merayakan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, karenanya, saya ragu terhadap referensi yang disebut Ustadz Yasir Hasan Al-Idris.
Malam ini saya baca seluruh isi kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat karya Hadlratus Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari.
Kitab yang saya baca itu 62 halaman berikut Profil Penerjemah bernama Dr. Rosidin, M.Pd.I., Wakil Sekretaris GP Ansor Kabupaten Malang dan Koordinator ISNU MWC Singosari tahun 2013. Kitab itu diterbitkan Bayumedia Publishing Anggota IKAPI.
Mengutip kitab itu, KH. Muhammad Hasyim Asy'ari pada bagian Peringatan Kedua halaman 11 memang memberi peringatan bahwa :
"Memperingati Maulid (Nabi SAW) sebagaimana yang saya jelaskan pertama kali (yakni pada bagian Muqaddimah) adalah haram."
Bayangkan saja, jika kutipan terjemahan itu dipenggal kalimat yang tertuang dalam buka kurung dan tutup kurung, yaitu kalimat :
"...(yakni pada bagian muqoddimah)"
Begitu pula jika versi karya asli tidak dipahami secara komprehensif maka dapat menjadi kalimat begini :
"Memperingati Maulid
(Nabi SAW) sebagaimana yang saya jelaskan pertama kali... adalah haram."
Jadi, jika kitab itu tidak dibaca secara utuh, sudah pasti tersesat. Karena Maulid Nabi yang haram menurut KH. Muhammad Hasyim Asy'ari telah ditegaskan pada bagian muqoddimah, bunyinya begini:
"Pada malam senin, 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, saya melihat sekelompok santri di sebagian pesantren mengadakan peringatan Maulid Nabi SAW. Dalam acara itu, mereka menghadirkan alat-alat permainan; lalu membaca sedikit ayat alQur’an dan Hadits-hadits yang berkaitan dengan permulaan sejarah Nabi SAW ; serta ayat-ayat yang berkaitan dengan hari kelahiran Nabi SAW dan sejarah hidup beliau sesudah itu yang penuh dengan keberkahan.
Selanjutnya para santri itu melakukan berbagai kemungkaran, misalnya: saling memukul dan menangkis, yang mereka sebut dengan istilah pencak [silat]; tinju; dan menabuh rebana [bahasa Jawa : terbang]. Semua itu dilakukan di hadapan wanita-wanita lain yang berada di dekat mereka untuk menonton pertunjukan tersebut.
Ada juga acara musik, saterik [sandiwara kuno], dan permainan seperti judi. Saat itu bercampur-baur antara kaum laki-laki dengan wanita ; mereka menonton bersama; saling menari [berjoget] dan tenggelam dalam permainan, canda-tawa, mengeraskan suara, serta berteriak-teriak di masjid dan sekitarnya.
Lalu saya melarang dan mengingkari [memberi peringatan keras] mereka atas perbuatan mungkar di atas; akhirnya mereka berpencar dan membubarkan diri.
Ketika terjadi suatu kegiatan seperti yang saya jelaskan di atas, maka saya khawatir perilaku terhina ini menyebar ke banyak tempat dan para pelakunya menambah jenis-jenis kemaksiatan [dalam kegiatan tersebut] : bahkan bisa jadi, perilaku terhina tersebut akan mengantar-kan mereka keluar dari agama Islam.
Oleh karena itu, saya menyusun peringatan-peringatan ini sebagai nasehat [yakni mengharapkan kebaikan] bagi agama dan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin."
Selain Peringatan Kedua, pada bagian Peringatan Pertama KH. Muhammad Hasyim Asy'ari juga menulis:
"Berdasarkan pendapat ulama’ yang nanti akan disebutkan, bahwa kegiatan Maulid [Nabi Muhammad SAW] yang dinilai sunnah oleh para imam adalah berkumpulnya orang-orang untuk membaca al-Qur’an dan riwayat Hadits-hadits yang berkaitan dengan permulaan kehidupan Nabi [Muhammad] SAW ; keistimewaan-keistimewan pra-kenabian yang terjadi ketika beliau masih berada dalam kandungan dan pada saat kelahiran beliau; serta perjalanan hidup beliau sesudah itu, yang penuh dengan keberkahan.
Selanjutnya dihidangkan makanan untuk dimakan bersama-sama, kemudian mereka membubarkan diri.Jika mereka menambah kegiatan Maulid Nabi dengan menabuh rebana dengan tetap menjaga tata krama, maka hukumnya tidak mengapa."
Terdapat sepuluh peringatan/nasehat yang ditulis KH. Muhammad Hasyim Asy'ari dalam kitab itu. Saya baca dengan hati-hati, tapi saya tidak menemukan kalimat dan kesimpulan seperti yang dikhotbahkan Ustadz Yasir Hasan Al-Idris.
Dari kitab itu saya justru mendapat pelajaran bahwa Hadlratus Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari membolehkan bahkan menyunahkan Peringatan Maulid Nabi.
Yang diharamkan adalah peringatan maulid nabi yang dicampur baur dengan maksiat, yang disusupi kegiatan-kegiatan yang tidak selaras dengan syari’at Islam, seperti memainkan alat musik, berjoget laki-laki dan perempuan serta kemungkaran-kemungkaran lain yang sejenis.
Oleh karena itu, saya menilai wajar apabila warga Nahdiyin marah dan menggelar protes.
Namun, saya tidak menyarankan seorang khotib, apapun madzhabnya untuk dihukum melalui mekanisme hukum pidana hanya karena kebodohan atau kekhilafan yang tidak diniatkan untuk menyampaikan kebohongan dan tidak punya niat memfitnah melalui mimbar Jumat.
Pidana itu harus memenuhi unsur niat jahat atau mens rea dan actus reus.
Saya yakin Ustadz Yasir Hasan Al-Idris miskin literasi atau tidak membaca secara utuh kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat, sehingga ia salah menyimpulkan bacaannya yang sepotong-sepotong. Akhirnya sesat dan menyesatkan, namun belum tentu berniat untuk melakukan kejahatan sehingga perbuatannya belum tentu suatu kejahatan.
Meski begitu, seandainya KH. Muhammad Hasyim Asy'ari masih hidup dan kita meminta nasehat beliau, saya yakin beliau tidak akan memilih untuk menghukum Ustadz Yasir Hasan Al-Idris melalui mekanisme hukum pidana.
Tapi, itu sekadar pendapat, pelapor yang lebih mengerti nuansa kebatinan mereka. Kita hanya perlu sama-sama menghormati keputusan yang diambil.
Salam literasi...
©Penulis adalah Ketua DPW APSI Jatim dan Direktur LKBH IAIN Madura