Agus Sugianto,S.Pd Kepala SDN Panaongan 3 Pasongsongan Sumenep. [Foto: Sur] |
apoymadura.com – Banyak jenis permainan
anak-anak Madura tempo dulu yang telah ditinggalkan oleh anak-anak jaman sekarang. Padahal banyak permainan masa
lalu yang mengajarkan kreativitas, team work, setia kawan, sosial dan nilai-nilai
kebersamaan satu sama lain.
Di halaman rumah atau di tanah lapang anak-anak jaman
dulu bermain bersama. Mereka lebur dalam keceriaan. Tertawa satu sama lain. Tak
ada lagi kesan individualistik diantara mereka. Tak ada sekat perbedaan.
“Peradaban era digital telah menyapu bersih sebagian
besar permainan tradisional. Saat ini anak-anak kita cenderung bermain lewat
smart phone,” ucap Agus Sugianto, Kepala SDN Panaongan 3 Pasongsongan Sumenep.
Anak-anak lebih banyak berdiam diri di rumah.
Kalaupun ada satu anak yang mau bermain diluar, tapi teman bermainnya tidak
ada, otomatis ia tidak jadi bermain. Ia akan mengambil androidnya, bermain atau
berselancar di dunia maya. Di telepon pintar ia bisa sesuka hati memilih
permainan apa pun. Hanya dengan jari-jemari sang anak bisa melampiaskan hasrat
bermainnya.
“Kita pun tidak bisa menghindari peradaban ini.
Anak-anak kita sudah terkurung di lingkaran sistem digital,” tambah Guru
Penggerak satu-satunya di wilayah Kecamatan Pasongsongan jenjang Sekolah Dasar.
Roketara di SDN Panaongan 3 Pasongsongan
Menyikapi hilangnya permainan anak yang penuh
kearifan lokal itu, Agus Sugianto menginisiasi kehadiran Roketara (Roadshow
Keliling Nusantara). Sebuah komunitas yang mengajarkan bentuk dan jenis
permainan tempo dulu.
Roketara terdiri dari empat komunitas yang terdiri
dari: Kampoeng Dolanan, Sekolah Pantomim Nusantara, Badala Nusantara, dan Trip
for Education. Mereka mempunyai visi dan misi yang sama; menghibur, mengedukasi
dan mengembalikan kebebasan anak-anak bermain di dunianya.
“Ternyata para murid SDN Panaongan 3 banyak menyukai macam-macam
permainan yang disajikan Roketara. Komunitas non profit ini cukup peduli
terhadap hilangnya sebagian besar jenis-jenis permainan anak masa lampau,”
imbuh Agus Sugianto.
Memang tidak mudah merubah peradaban masa kini untuk
menoleh ke dunia silam. Jaman telah berganti.
“Kita tidak akan bisa mencegahnya. Karena sedari
dilahirkan anak-anak sudah mulai diperkenalkan terhadap hand phone. Ketika
masih bayi, tatkala ia menangis orang tua membunyikan telepon pintarnya dengan
senandung lagu-lagu keagamaan,” imbuhnya.
Salah satu ikhtiar yang mungkin bisa dilakukan di
lingkungan lembaga pendidikannya dengan memperkenalkan anak-anak kepada bentuk
dan jenis permainan jadul tersebut.
“Memang ada beberapa jenis permainan masa lalu itu yang masuk dalam pembelajaran di SD. Ini merupakan salah satu bentuk pelestarian. Walau anak-anak sebagian besar masih belum berminat mempraktikkannya, tapi paling tidak mereka sudah mengenalnya.” imbuhnya. [sur]