Budaya Salah Kaprah: Miskin dan Kaya Terbagi
Catatan: Yant Kaiy
Salah
seorang kakak sepupu saya jadi orang sukses disalah sebuah desa di Kecamatan Pasongsongan
Kabupaten Sumenep. Hidupnya bergelimang harta. Penuh kemewahan. Tiap tahun berqurban
sapi. Ia juga sudah belasan kali bersama keluarganya umroh ke Tanah Suci Mekah.
Sementara
ketiga anaknya dibangunkan rumah bak istana. Lengkap dengan perabotan lux didalamnya.
Mereka juga dibelikan kendaraan roda empat dan roda dua. Tak lupa mereka
dibuatkan kerajaan bisnis supaya hidupnya bisa lebih kaya darinya.
Dasar
ilmu agama kakak saya cukup baik. Ia suka berbagi kepada siapa saja. Saya tidak
tahu pasti, apakah sikap berbaginya itu tulus dari hati atau hanya fatamorgana.
Yang jelas sikap kemurahannya mengemuka. Tidak pelit. Kemana-mana ia selalu
bawa rokok, walau dirinya bukan perokok. Rokok itu menjadi media kebersamaan
ketika ia berjumpa dengan orang-orang yang dikenalnya.
Setiap
ada permohonan dana dari panitia pembangunan masjid atau musholla, ia selalu
menyumbangnya. Namanya semakin tersohor sebagai orang dermawan di kampung saya.
Lantaran
kesibukannya luar biasa, kalau siang hari ia tidak punya waktu memenuhi
undangan tetangganya. Sedangkan pada malam hari, kakak saya hanya punya waktu
luang dari habis sholat magrib hingga pukul 20.00 WIB. Setelah itu ia biasanya
langsung kembali beraktivitas di tempatnya mengumpulkan pundi-pundi kekayaan.
Semua
masyarakat di kampung saya mafhum kalau kakak saya tidak bisa hadir dalam
undangan mereka. Kalau saya telaah lebih jauh, sesungguhnya kakak saya itu bisa
menghadirinya karena ia punya banyak karyawan. Toh, ketika ada undangan dari
tokoh agama pemilik pesantren atau pejabat pemerintah kabupaten ia bisa
meluangkan waktu untuk hadir.
Tapi
berbanding terbalik dengan mereka yang hidupnya tidak mujur. Atau mereka yang hidupnya
tergolong kaum miskin. Tatkala si miskin tidak menghadiri undangan tetangganya,
masyarakat berjamaah menghujatnya. Mereka membuat opini tidak baik kepadanya.
Padahal ia juga punya kesibukan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Namun
masyarakat tidak mau memakluminya.[]
- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.