Keajaiban Toko Kelontong Orang Madura di Tanah Rantau
Catatan: Yant Kaiy
Minimnya
lapangan pekerjaan di Pulau Garam Madura mengharuskan warganya merantau
memperbaiki perekonomian rumah tangganya. Normal. Tiap individu sudah pasti
ingin sejahtera. Ingin memperbaiki nasib. Ya, mereka ingin anak-anaknya hidup
lebih baik dari dirinya. Mereka punya harapan besar, pendidikan keturunannya
hingga ke perguruan tinggi.
Kita
tahu bumi di Madura gersang dan tandus. Hasil pertanian hanya cukup untuk
makan. Tidak lebih. Wajar kalau akhirnya banyak warga Madura meninggalkan tanah
kelahirannya. Memaksa mereka mempertaruhkan impiannya di tanah rantau.
Sedangkan
warga Madura yang bergelimang harta mayoritas hanya memperkaya dirinya sendiri.
Ia bergeming terhadap nasib saudaranya. Ia stagnan pada fase egosentris. Sebagian
besar dari mereka tidak punya inisiatif menciptakan lapangan kerja. Ia
adem-ayem di zona nyaman. Saking enaknya, ia tertidur pulas di singgasana
kekayaannya.
Sementara
pemangku kebijakan di kabupaten juga tidak memiliki inspirasi, bagaimana solusi
bijak mengangkis pengangguran yang ada di wilayahnya. Ia hanya sibuk
mempertahankan jabatan politiknya. Kalaupun ada aksi, itu sebatas pencitraan
semata. Sungguh menyedihkan.
Tulisan
ini bukan untuk menghasut atau mengeliminasi semua karya nyata pemangku
kebijakan kabupaten. Realitanya penduduk di Madura mayoritas berada dibawah
garis kemiskinan. Suka tidak suka kenyataannya demikian. Fakta yang berbicara.
Data yang mengatakan.
Tentu
kita hanya bisa prihatin. Sebab kepedulian orang-orang yang punya kapabilitas
jauh api dari panggang.
Toko
Kelontong
Dulu
warga Madura lebih banyak mengais rejeki di negeri jiran Malaysia. Segala upaya
ditempuh walau lewat jalur belakang, tanpa dokumen. Mereka main kucing-kucingan
dengan polisi. Banyak diantara mereka sukses mengumpulkan cuan. Ada pula
sebagian dari mereka tertangkap. Dipenjara dan pulang tidak bawa apa-apa.
Karena
risiko sangat tinggi, warga Madura lalu mencari bidang pekerjaan lain. Mereka
melirik bisnis toko kelontong. Sebelumnya ada beberapa diantara tetangganya
sukses berjualan sembako. Perlahan tapi pasti warga Madura berubah haluan.
Biasanya
toko kelontong Madura buka 24 jam. Siang hari istrinya menjaga, malam hari
suaminya berjualan.
Awalnya
toko sembako warga Madura menyebar di daerah Jabodetabek. Tapi kini sudah ada
dibeberapa kota seluruh Indonesia. Ternyata ini bisnis yang menjanjikan.[]
- Yant Kaiy, Pimred apoymadura.com
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.