Makna Budaya Carok Madura, Tradisi Duel Terjadwal Menuju Perubahan tidak Terduga

apoymadura.com - Budayawan berasal dari Kota Keris Sumenep, Agus Sugianto,S.Pd yang peduli dengan kelestarian budaya, tradisi, adat-istiadat, dan kesenian Madura memaparkan perspektif carok yang sesungguhnya.

Dalam podcast di kanal YouTube yang ditayangkan channel Apoy Madura, Agus Sugianto menjelaskan hakikat makna carok, yaitu sebuah perkelahian satu lawan satu dengan menggunakan senjata tajam (celurit) yang disaksikan oleh banyak orang dan ada satu orang yang jadi juru pengadil (pengatur).

Tentu kedua belah pihak yang bertarung tersebut ingin saling menghabisi lawannya.

Jauh hari sebelum pelaksanaan carok biasanya kedua petarung telah mempersiapkan diri, baik fisik dan psikis supaya bisa jadi pemenang.

Perlu diketahui pula, bahwa keduanya telah menjalin kesepakatan tentang tempat dan waktu pelaksanaan.

Pelaksanaan carok zaman dulu dilatarbelakangi demi mempertahankan harga diri, kehormatan diri, wibawa dan nama baik. Falsafah tentang ‘lebih baik putih tulang ketimbang putih mata’ jadi sesuatu yang tak ada nilai tawar orang-orang di Madura.

Transformasi

Madura, sebuah pulau kecil di timur Jawa, terkenal dengan kekayaan budaya yang unik. Salah satu aspek menarik dari kehidupan masyarakat Madura adalah tradisi carok, sebuah bentuk duel tradisional yang menggunakan senjata tajam berupa celurit.

Awalnya, carok dijelaskan sebagai pertarungan yang ditentukan tempat dan waktunya, tetapi seiring berjalannya waktu, makna budaya carok di Madura mengalami transformasi yang signifikan.

Sejak zaman dulu, carok di Madura dianggap sebagai bentuk penyelesaian konflik antara dua individu atau kelompok melalui duel yang diatur dengan ketat.

Setiap detail pertarungan, mulai dari tempat hingga waktu, diperhitungkan secara cermat untuk menjaga keadilan dan keberanian para peserta. Pada awalnya, carok mewakili budaya keberanian dan kode etik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Madura.

Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi carok mengalami perubahan yang tidak terduga. Sebagian besar dari transformasi ini terkait dengan penyelewengan dari nilai-nilai asli carok yang bersifat ritual dan terkontrol.

Tradisi yang semula diatur oleh aturan dan norma-norma sosial, berkembang menjadi bentuk kekerasan yang semakin sulit dikendalikan.

Setiap ada perkelahian dengan penggunaan senjata tajam orang menyebutnya carok kendati senjata tajam yang dipakai bukan celurit.

Beberapa dari mereka beralih ke bentuk-bentuk ketidaksetujuan yang lebih ekstrim, termasuk carok, sebagai sarana untuk mengekspresikan ketidakpuasan dan ketidakadilan.

Selain itu, media modern juga turut berperan dalam mengubah persepsi masyarakat terhadap carok. Seiring dengan perkembangan teknologi, cerita-cerita carok yang dipublikasikan secara luas melalui berbagai platform media menjadi semakin dramatis.

Hal ini memberikan dampak negatif pada pandangan masyarakat terhadap carok, yang semakin terbawa arus emosi dan kepentingan individu.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua masyarakat Madura mengikuti arus perubahan ini. Banyak diantara mereka yang tidak setuju dengan istilah carok yang digambarkan sebagai wujud kepribadian orang Madura.

Pihak-pihak terkait, termasuk tokoh-tokoh adat dan agama, berupaya untuk mendidik masyarakat tentang arti sebenarnya dari carok dan menjaga agar tradisi ini tidak jadi identitas yang melekat pada masing-masing individu.

Pandangan Islam

Dalam kesimpulannya , makna budaya carok Madura telah mengalami transformasi yang signifikan dari tradisi duel yang ditentukan tempat dan harinya menjadi bentuk kekerasan yang terkadang sulit dikendalikan.

Perubahan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk tekanan ekonomi, perubahan sosial, dan pengaruh media modern.

Meskipun demikian, tradisi carok seperti dulu sudah tidak ada lagi. Lantaran masyarakat Madura sadar, tradisi ini bertentangan dengan nilai-nilai agama, dimana sebagian besar masyarakat Madura menganut agama Islam.

Dalam Islam melarang umatnya untuk membunuh saudaranya sesama muslim karena sebagai perilaku dosa besar dan ancamannya siksa neraka.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah An Nisa’ 93:

“Siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya adalah (neraka) Jahannam. Dia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan baginya azab yang sangat besar.”

Namun pandangan masyarakat diluar Pulau Garam Madura masih tetap menganggap budaya carok masih berlaku di pulau ini. Padahal carok saat ini tidak lain adalah sebuah bentuk perkelahian yang sifatnya bukan untuk membela marwah dirinya.

Padahal kalau kita lebih bijak, perkelahian yang menggunakan senjata tajam tidak hanya berlaku di Madura, di daerah lain juga ada. Cuma istilahnya mungkin bertarung atau berkelahi. [Yant Kaiy]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Soa-soal Bahasa Madura Kelas III

Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Madura PAS Kelas IV SD

Soal-soal Bahasa Madura Kelas IV SD

Sosialisasi Persiapan Seleksi Kompetensi CPPPK 2024 Tahap II di SDN Pasongsongan 1 Sumenep

Imanur Maulid Efendi dan Ahmad Buhari: Pendamping Setia Guru Honorer Kecamatan Pasongsongan dalam Rekrutmen PPPK 2024

Kepala SDN Panaongan 3 Sumenep, Sibuk di Masa Libur Sekolah 2024

Apresiasi Tim Penilai Kinerja terhadap Kepala SDN Panaongan 3 dalam Program Literasi dan Numerasi

Dahsyat, Ramuan Banyu Urip Sembuhkan Segala Penyakit

Kepedulian Agus Sugianto dalam Membantu Guru Honorer pada Seleksi PPPK Tahap 2

Rapat KKKS Kecamatan Pasongsongan di SDN Panaongan 3: Apresiasi Prestasi Peserta Didik