Gegara Money Politic, Kepala Desa Abaikan Amanah

Kepala desa

apoymadura.com - Politik uang (money politic) adalah praktik lingkaran setan yang jadi momok dalam sistem demokrasi, terutama di tingkat lokal seperti pemilihan kepala desa. 

Meski dianggap sebagai jalan pintas untuk mendulang suara7 terbanyak, dampak jangka panjangnya terhadap kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat bisa sangat merugikan. 

Sebuah kisah nyata tentang seorang kepala desa yang terpilih karena money politic dan bagaimana hal tersebut mengubah karakter dan hidupnya.

Sebelum terjun ke dunia politik, ia dikenal sebagai pribadi yang beriman dan ramah terhadap siapa pun. Ia menjalani hidup sederhana, tetapi selalu dilandasi dengan prinsip moral yang kuat. 

Ia kerap terlihat membantu warga desa tanpa pamrih, baik dalam urusan sehari-hari maupun dalam masalah yang lebih serius. 

Karena sifatnya yang rendah hati dan mudah bergaul, banyak warga di desanya menaruh harapan tinggi ketika ia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa.

Saat pemilihan kepala desa tiba, persaingan menjadi sangat ketat. 

Pada awalnya ia yakin dengan dukungan moral masyarakat. Tapi tatkala integritasnya mulai terancam oleh para kandidat lain yang menggunakan politik uang untuk menarik suara. 

Dengan dorongan dari beberapa orang di sekelilingnya, ia akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan pintas. 

Ia mulai memberikan uang kepada warga dengan harapan mendapatkan suara mereka.

Keputusan ini, meskipun berhasil membawa ia ke kursi kepala desa, menandai awal dari perubahan besar dalam kepribadiannya. Kemenangan yang diraih melalui politik uang mulai merusak integritasnya, membuatnya percaya bahwa uang adalah kunci untuk memegang kekuasaan.

Pasca terpilih, perubahan sikapnya mulai timbul. Pribadi yang dulu ramah dan penuh empati mulai berubah menjadi congkak dan angkuh.

Ia tidak lagi melihat posisinya sebagai kepala desa adalah amanah untuk melayani, tetapi sebagai kesempatan untuk memperkaya diri.

Setiap kali ada warga yang datang kepadanya meminta bantuan, dalam hatinya menanyakan imbalan apa yang bisa ia dapatkan. 

Prinsip "ada uang ada pelayanan" menjadi pegangan hidupnya. Warga yang tidak mampu memberikan angpau seringkali diabaikan. Sementara mereka yang bisa membayar mendapatkan perhatian lebih. [Sury4]