Permusuhan Jangka Panjang Akibat Selingkuh Politik: Sebuah Dampak yang Mengkhawatirkan
apoymadura.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), baik pemilihan gubernur maupun bupati, sejatinya itu pesta demokrasi, dimana rakyat diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya.
Fenomena terjadinya permusuhan jangka panjang antar kelompok pendukung calon kepala daerah tidak bisa dihindari.
Acapkali permusuhan ini tidak hanya sebatas perbedaan pendapat yang bersifat sementara, melainkan berlarut-larut hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah Pilkada selesai.
Permusuhan ini kerap kali lebih intens terjadi di kalangan pemilih awam yang cenderung terpengaruh oleh propaganda politik yang bersifat emosional dan personal.
Polarisasi masyarakat dalam Pilkada seringkali mengarah pada sentimen personal, dimana pilihan politik tidak lagi didasarkan pada visi-misi kandidat, melainkan pada fanatisme sempit yang didorong oleh identitas kelompok.
Hal ini menciptakan batas-batas yang kaku antara pendukung satu kandidat dengan kandidat lain, sehingga perbedaan pilihan tidak lagi dianggap sebagai bagian dari dinamika demokrasi, melainkan ancaman terhadap identitas dan keberpihakan kelompok tertentu.
Ketegangan tersebut tidak jarang berkembang menjadi permusuhan yang terus berlanjut, meski Pilkada telah usai.
Mungkin juga pendukung yang merasakan kekalahan calon pilihannya akan terus menyimpan bara dendam atau kekecewaan terhadap pihak yang dianggap “menang”.
Sebaliknya, pendukung yang calonnya terpilih cenderung menunjukkan sikap superioritas, yang memperburuk hubungan sosial diantara mereka.
Perceraian Akibat Perbedaan Pilihan Politik
Salah satu kasus ekstrem yang mencuat adalah terjadinya perceraian antara pasangan suami-istri akibat perbedaan pilihan politik saat Pilkada.
Tidak sedikit kasus dimana pasangan terlibat perdebatan hebat hingga akhirnya memutuskan berpisah hanya karena ketidakmampuan menerima perbedaan pandangan politik.
Ada pula kasus lucu, mertua yang berbeda pilihan dengan menantu juga memicu konflik yang membuat suami atau istri berada dalam posisi yang serba salah.
Fenomena ini menunjukkan betapa polarisasi politik dapat mengoyak ikatan emosional yang seharusnya kuat dalam keluarga. Pilihan politik yang berbeda dianggap sebagai bentuk pengkhianatan, bukan lagi perbedaan pandangan yang wajar.
Keadaan ini semakin diperburuk dengan adanya kampanye hitam (black campaign) dan penyebaran berita bohong (hoaks) yang sengaja diembuskan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab demi kepentingan politik sesaat.
Perselingkuhan Politik
Akhir-akhir ini di tanah air marak adanya perselingkuhan antar kandidat dan partai pendukung. Pada awal Pilkada mereka saling serang, baik mental atau ujaran kebencian.
Dan, pada episode selanjutnya, permusuhan kandidat cair pasca Pilkada. Bahkan kandidat itu ditarik menjadi bagian dari sang pemenang Pilkada.
Korban dari perselingkuhan ini adalah masyarakat pemilih tingkat bawah. Permusuhan mereka belum usai, tapi kandidat dan orang-orang partai pendukung menikmati perselingkuhan. Mereka tidak konsisten memikirkan rakyat.
Upaya Meredakan Permusuhan
Untuk menghindari dampak buruk yang berkepanjangan ini, perlu ada upaya nyata dari berbagai pihak. Partai politik dan kandidat yang bertarung dalam Pilkada harus konsisten.
Mereka hendaknya menghindarkan diri dari perselingkuhan politik. [Surya]
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan agar kita bisa memberikan pengalaman yang baik untuk pengunjung. Terima kasih.